Rabu, 15 April 2009

pendidikan tinggi (5)

Pendidikan tinggi
Benahi Manajemen Pendidikan Tinggi
28 03 2008
Persoalan seleksi bagi mahasiswa baru yang akan memasuki perguruan tinggi negeri menjadi sebuah persoalan baru. Kabar bahwa sebagian besar PTN yang sebelumnya bergabung ke dalam satu sistem itu kemudian memilih melakukan sendiri seleksi dan penerimaan mahasiswa barunya, mengemuka. Akhirnya memang belum diputuskan bagaimana mengatasi hal tersebut. Titik krusialnya adalah bagaimana supaya calon mahasiswa dapat memilih PTN yang diminatinya tanpa harus berada di tempat PTN tersebut berada. Memang pengelolaan pendidikan tinggi tidak mudah. Tetapi seleksi untuk memasuki PTN barulah satu masalah dari sekian banyaknya masalah yang mendera pendidikan tinggi kita.
Salah satu masalah mendasar yang belum juga dipecahkan adalah bagaimana menciptakan lulusan yang bisa memasuki pasar kerja, tanpa harus menganggur. Angka pengangguran bagi lulusan perguruan tinggi memang masih cukup tinggi. Setiap tahunnya terdapat 4 jutaan lulusan perguruan tinggi yang memasuki pasar kerja, sementara hanya sedikit saja lapangan kerja yang terbuka bagi mereka.
Dulu pemerintah pernah punya konsep link and match. Konsep ini dikembangkan oleh mantan Menristek BJ Habibie berdasarkan pengalaman pengelolaan pendidikan di Jerman. Konsep ini menggunakan logika demand and supply. Pendidikan tinggi tidak dikelola demikian rupa seperti sekarang ini dimana semua jurusan dibuka, bahkan jurusan yang dibuka lebih banyak daripada yang ditutup. Mereka yang memasuki pendidikan tinggi diberikan nilai tambah sehingga ketika lulus mereka siap untuk bekerja pula.
Hanya sayangnya, konsep ini kemudian dimentahkan oleh perubahan politik. Konsep yang dulu pernah menjadi sangat populer itu kemudian hilang begitu saja dan pendidikan tinggi kita terjebak ke dalam fenomena industrialisasi pendidikan tinggi. Maksudnya adalah pendidikan tinggi dijadikan sebagai alat mencetak sebanyak mungkin lulusan karena dianggap sebagai upaya mencerdaskan bangsa, sementara keterkaitannya dengan pasar kerja sama sekali tidak pernah dipikirkan.
Yang kemudian terjadi adalah, dan ini juga merupakan masalah besar, pada mahalnya biaya pendidikan. Semakin lama semakin terlihat bahwa upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa berjalan tidak sebanding dengan harapan kita mengenai tercapainya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.
Di setiap PTN sekarang ada berbagai kelas yang sangat variatif, dan terkadang membedakan kemampuan calon mahasiswanya. Perbedaan itu ditengarai menjadi pemicu perbedaan kualitas pendidikan. Yang paling parahnya, mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk menikmati pendidikan tidak memiliki kesempatan melalui skema subsidi silang yang banyak diberikan oleh PTN. PTN tidak sanggup mendanai mereka yang tidak memiliki uang, terlebih PTN yang telah menjadi BHMN.
Akumulasi persoalan pendidikan, sejak dari seleksi sampai dengan outputnya kita kuatirkan akan menciptakan efek domino yang kelak akan menghasilkan gelombang pengangguran intelektual. Mereka yang berpendidikan tetapi tidak bekerja jelas lebih “berbahaya” dibandingkan dengan mereka yang tidak.
Skema Coorporate Social Responsibility (CSR) yang sudah mulai dijalankan oleh beberapa perusahaan sebenarnya bisa divariasikan dengan mempekerjakan para lulusan pendidikan tinggi. Perusahaan yang juga memiliki CSR bisa menjadikan lulusan perguruan tinggi sebagai bagian dari komitmen mereka mengatasi masalah sosial di wilayahnya. Yang paling penting, membenahi tujuan, arah dan pola pengelolaan pendidikan tinggi kita adalah sebuah pekerjaan rumah yang harus dikerjakan segera.
Sumber: Harian SIB
Membedah Industri Pendidikan Tinggi

KOMPETISI global juga sudah melanda dunia pendidikan. Setiap tahun, saat lulusan SMA dan SMK bersaing untuk
mendapatkan institusi pilihan, perguruan tinggi pun berlomba-lomba mempromosikan diri dan menjaring calon-calon
mahasiswa potensial. Potensial bisa berarti mampu secara akademis atau finansial.
PERGURUAN tinggi dari luar negeri pun tidak mau kalah, dan gencar berpromosi. Begitu pula perguruan-perguruan tinggi
swasta (PTS) melakukan berbagai upaya pemasaran dan menjadikan dunia pendidikan tinggi seperti bisnis dan industri.
Kini beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) tidak mau ketinggalan dengan membuka jalur khusus atau ekstensi.

Persaingan merebut kue

Akhir tahun ajaran jenjang pendidikan SLTA sebenarnya jatuh sekitar bulan Mei. Para lulusan SMA/SMK biasanya
mendapat surat tanda tamat belajar (STTB) dan surat tanda kelulusan (STK) sekitar bulan Juni. Namun sebelum
mengikuti ujian akhir nasional (UAN), sebagian siswa SMA/SMK -terutama yang nilai rapor hingga semester lima tidak di
bawah rata-rata-sudah mendapat tempat di perguruan tinggi.

Beberapa perguruan tinggi sudah melakukan ujian seleksi masuk dan menerima siswa SMA/SMK sekitar bulan Maret dan
April. Bahkan ada perguruan tinggi yang sudah memulai seleksi gelombang pertama pada Januari dan Februari.
Beberapa tahun terakhir ini, seleksi mahasiswa baru menjadi makin dini karena perguruan tinggi berlomba-lomba
memajukan tanggal penerimaan mahasiswa baru untuk menjaring mahasiswa pilihan sebelum didahului perguruan
tinggi pesaing. Dalam semangat persaingan ini, ada perguruan tinggi yang menetapkan seleksi gelombang pertama
pada awal tahun, tetapi sebetulnya diam-diam sudah memastikan untuk menerima mahasiswa pilihan sekitar bulan
Oktober dan November ketika siswa SMA/SMK belum mengikuti ujian akhir semester gasal. Seleksi pra-gelombang
pertama ini dibungkus dengan nama jalur prestasi, jalur khusus, jalur kerja sama, dan semacamnya.
Praktik penerimaan mahasiswa baru ketika mereka masih berstatus siswa kelas III, sering menimbulkan protes dari
pihak sekolah menengah. Ada keluhan, siswa kelas III yang sudah diterima di perguruan tinggi menunjukkan
kecenderungan meremehkan pelajaran dan guru mereka, meski beberapa perguruan tinggi menjanjikan bisa saja
membatalkan penerimaan jika ada laporan pihak SMA/SMK mengenai tindakan indisipliner siswa.
Keluhan lain pihak SLTA adalah kedatangan dan kunjungan perguruan tinggi yang meminta waktu untuk melakukan
presentasi kepada siswa kelas tiga. Akibat frekuensi kunjungan yang begitu besar, banyak kepala dan guru SLTA
menghkhawatirkan terganggunya jadwal kerja dan pelajaran sekolah.
Di satu sisi, siswa kelas III memang membutuhkan informasi dan sosialisasi dari perguruan tinggi. Tetapi di sisi lain, jika
kepala SMA/SMK melayani setiap permintaan perguruan tinggi untuk mengadakan presentasi, banyak waktu pelajaran
harus dikorbankan, sementara siswa kelas III juga harus menyiapkan diri menghadapi UAN.
Beberapa SMA-terutama yang favorit dan menjadi target PTS-mengakomodasi kedua kebutuhan ini dengan menyediakan
satu atau dua hari khusus untuk informasi studi dan mengundang PTS (dalam negeri maupun perwakilan PT luar negeri).
Untuk mendapatkan calon mahasiswa yang bersedia membayar sumbangan masuk antara Rp 3 juta hingga di atas Rp
30 juta, pihak perguruan tinggi tidak keberatan membayar sewa stan atau memasang iklan di buku kenangan yang dibuat
sekolah. Jadinya, selain memberi kesempatan bagi siswa untuk window shopping sebelum membuat keputusan akhir,
ajang promosi perguruan tinggi juga memberi kesempatan bagi siswa SMA untuk mendapat dana tambahan yang
mungkin dipakai untuk keperluan sekolah maupun kesejahteraan guru.

Program unggulan
Akreditasi program studi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) merupakan syarat minimal namun tidak
cukup memadai untuk dijadikan poin jual. Kini perguruan tinggi berlomba mengemas dan menonjolkan beberapa
program unggulan lain, di antaranya sertifikasi internasional, kerja sama dengan industri, dan kerja sama internasional.
Sertifikasi internasional bisa berupa pengakuan dari organisasi profesi di luar negeri (misalnya ada program bisnis yang
mengklaim mendapatkan pengakuan AACSB, American Association of Colleges and Schools of Business) atau sertifikasi
kendali mutu yang biasanya dilakukan di dunia industri (ada PTS yang telah memperoleh ISO 9001).
Keterkaitan antara perguruan tinggi dan dunia kerja merupakan salah satu area yang sering mendapat sorotan. Dalam
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (SK Mendiknas No 045/U/2002 perihal Kurikulum Inti), pengajaran harus
relevan dengan kebutuhan masyarakat dan kompetensi yang ditentukan industri terkait dan organisasi profesi. Maka dari
itu, kerja sama dengan industri sering dijadikan poin jual. Beberapa perguruan tinggi mencantumkan pelatihan dan
sertifikasi Microsoft, SAP, atau Autocad dalam brosur mereka. Sementara perguruan tinggi lain memasukkan nama-nama
perusahaan besar sebagai tempat magang dan penampung lulusan mereka.
Kerja sama internasional-berupa program transfer, sandwich, double degree dengan universitas luar negeri, dan
pertukaran mahasiswa-sering ditonjolkan sebagai daya tarik karena dipercaya meningkatkan citra perguruan tinggi
sebagai institusi berkualitas internasional. Dalam hal ini, calon mahasiswa dan orangtua perlu jeli dan memperhatikan
dua hal.
Pertama, apakah institusi luar negeri yang dipasang sebagai mitra benar-benar berkualitas. Tidak semua institusi asing
bermutu. Perguruan tinggi di Indonesia bisa saja memanfaatkan gengsi dan kelatahan orang Indonesia (termasuk diri
sendiri) terhadap label asing. Ada universitas terkemuka di Indonesia yang pernah terkecoh dan mengecoh publik melalui
kemitraan dengan institusi yang ternyata malah hanya menawarkan program nongelar dan reputasinya biasa-biasa saja.
Kadang, institusi luar negeri yang dicantumkan menggunakan nama pelesetan yang bisa mengecoh. University of
Berkeley tentu tidak sama dengan University of California at Berkeley dan Nanyang Institute berbeda dengan Nanyang
Technological University.
Kedua, jika institusi luar negeri yang dipasang benar-benar bergengsi, betulkah ada kesepakatan timbal balik antara
kedua institusi. Beberapa perguruan tinggi di Indonesia tidak segan-segan mencatut nama besar seperti INSEAD, Harvard
University, universitas dalam kelompok Ivy League atau universitas besar lainnya. Calon mahasiswa perlu bertanya,
sejauh mana dan dalam kapasitas apa kesepakatan antara kedua institusi dilakukan, apakah ada perjanjian tertulis,
manfaat apa yang bakal diperoleh mahasiswa dalam kerja sama ini.

Tim dan strategi pemasaran
Seperti layaknya di perusahaan, banyak perguruan tinggi mempunyai tim pemasaran khusus meski mereka kadang agak
sungkan menggunakan istilah marketing. Umumnya, tim marketing ini bekerja dengan bendera humas, tim informasi
studi, atau biro informasi. Di beberapa PTS swasta, tim pemasaran ini bekerja penuh waktu secara profesional dengan
armada lengkap mulai dari staf relasi media, presenter, desainer brosur, sampai dengan petugas jaga pameran. Periode
sibuk bagi tim ini biasanya dari Oktober sampai Mei, tetapi mereka bekerja sepanjang tahun.
Di luar periode sibuk, tim marketing melakukan pembenahan internal di perguruan tinggi. Mereka merancang prospektus,
brosur, dan katalog dengan cetakan dan desain yang tidak kalah mewah dengan prospektus perusahaan multi nasional.
Selain itu, mereka juga mengoordinasi dosen dan wakil mahasiswa dari semua program studi yang ada dan melibatkan
beberapa di antaranya dalam aneka kegiatan promosi di dalam maupun di luar kampus. Beberapa dosen pun tidak
segan-segan menjalankan peran sebagai petugas promosi jurusan dalam kemasan seminar maupun pameran studi.
Selama periode sibuk, berbagai macam kegiatan promosi dilakukan, baik PTS maupun PTN. Kegiatan promosi yang
berkaitan langsung dengan jurusan adalah lomba untuk siswa-siswi SLTA. Program studi Sastra Inggris, misalnya,
menyelenggarakan lomba pidato, debat, membaca berita, atau menulis esai dalam bahasa Inggris. Program studi teknik
informatika merancang lomba desain web atau program software. Program studi desain menantang siswa SMA untuk
berkreasi dengan berbagai macam desain. Acara-acara lomba ini juga memberi kesempatan menarik siswa-siswi SMA
berkunjung ke kampus dan melihat-lihat fasilitas perguruan tinggi.
Selain lomba, beberapa perguruan tinggi juga menyelenggarakan open house. Ada yang melakukannya di kampus, tetapi
ada pula yang menyewa hotel berbintang. Dalam open house ini, berbagai keunggulan pada tiap program studi dan di
tingkat perguruan tinggi dipamerkan melalui presentasi, tayangan video, foto, dan contoh produk. Seakan tidak ingin
kehilangan kesempatan, ajang open house juga dipakai untuk menerima pendaftaran dan melaksanakan tes masuk saat
itu juga.
Kegiatan promosi tidak hanya dilakukan di kota tempat perguruan tinggi. Tim pemasaran juga melakukan perjalanan ke
luar kota bahkan ke luar pulau dalam rangka "menjemput bola". Seleksi dan tes masuk juga bisa dilakukan di kota yang
dikunjungi, sehingga siswa tidak harus jauh-jauh meninggalkan kota asal untuk berburu perguruan tinggi. Sekarang
adalah era perguruan tinggi berburu calon mahasiswa.
Upaya pemasaran tidak hanya terbatas pada kegiatan promosi sesaat, tetapi juga strategi jangka panjang berupa
program menjalin relasi dan kerja sama dengan SMA. Dalam beberapa tahun belakangan, para kepala dan guru
bimbingan konseling di SMA menjadi orang penting yang diperhatikan dan dimanjakan. Perguruan tinggi menggelar
berbagai seminar tahunan dan mengundang mereka dengan menanggung semua biaya transportasi dan akomodasi.
Ada pula perguruan tinggi yang melakukan kerja sama secara berkesinambungan misalnya program pendampingan
pelajaran teknologi informasi atau revitalisasi perpustakaan di SMA. Program kerja sama ini diharapkan bisa
menanamkan brand awareness di kalangan guru dan siswa SMA dan membuat mereka mengingat perguruan tinggi itu
untuk dipilih di kemudian hari.
Berbicara soal promosi, tidak ada kecap nomor dua. Masing-masing perguruan tinggi berupaya menampilkan keunggulan
dan nilai jual. Kepala SMA/SMK, calon mahasiswa, dan orangtua perlu mencermati persaingan antar-perguruan tinggi
dengan cerdas, bijak, dan mempelajari tiap tawaran dengan kritis agar bisa membuat keputusan dan pilihan yang paling
baik dan sesuai di antara semua alternatif yang ada.
KONDISI PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA
Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa perguruan tinggi dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, atau Universitas. Pendidikan tinggi ini dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Perguruan Tinggi Negeri-PTN), departemen atau lembaga pemerintah yang lain (Perguruan Tinggi Kedinasan-PTK), atau oleh masyarakat (Perguruan Tinggi Swasta-PTN).
Di seluruh Indonesia saat ini terdapat 77 Perguruan Tinggi Negeri yang diselenggarakan di lingkungan Depdikbud, yang terdiri dari 2 Akademi, 26 Politeknik, 4 Sekolah Tinggi, 10 IKIP, 4 Institut, dan 31 Universitas. Ke 77 PTN ini menampung 475.988 mahasiswa (tahun ajaran 1996/1997).
Perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat (PTS) berjumlah 1.293, yang terdiri dari 407 Akademi, 9 Politeknik, 571 Sekolah Tinggi, 44 Institut, dan 262 Universitas. Jumlah mahasiswa PTS untuk tahun ajaran 1996/1997 tercatat 1.448.775 orang.
Dari keseluruhan jumlah mahasiswa yang tercatat pada tahun 1996/1997 sebanyak 1.924.763 orang, terlihat bahwa daya tampung perguruan tinggi swasta (75.27%) sudah 3 kali lipat dari daya tampung perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah (24.73%). Hal ini menunjukkan bahwa peran serta masyarakat/swasta dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi harus sangat diperhitungkan. Apalagi kemampuan pertumbuhan daya tampung PTS juga sangat tinggi. Selama dasawarsa terakhir (1986-1996) terjadi peningkatan jumlah PTS hampir 2 kali lipat, yaitu 665 PTS pada tahun 1986 menjadi 1.293 PTS pada tahun 1996.

Perkembangan Jumlah Perguruan Tinggi Swasta 1986-1996

Sumber: Direktori Perguruan Tinggi Swasta Indonesia 1996/1997

Neno Warisman Sindir Mahalnya Pendidikan Tinggi
Posted March 5th, 2008 by admin
(17-12-2007)
Artis kenamaan Hj Neno Warisman menyindir mahalnya pendidikan tinggi, saat membacakan puisi "Afala Ta`qilun" dalam "Halal Bi Halal" Keluarga Besar ITS Surabaya, kemarin (16-12-2007 - red).
"Isu pendidikan selalu laris dijual para calon presiden, tapi anak-anak marjinal tetap kesulitan. Karena biaya pendidikan tinggi semakin tak terjangkau," katanya dalam salah satu bait puisinya.
Puisi religi yang dibaca dengan penuh penghayatan itu, juga menyentil makna "Halal Bi Halal" yang sering disalahgunakan para pejabat.
"Tak hilang rasa marahku dengan `Open House` (Halal Bi Halal), sampai (kesejahteraan) rakyat terjamin. Apalagi `Open House` mereka itu dibiayai rakyat miskin," katanya.
Di hadapan rektor ITS, Prof Ir Priyo Suprobo MS PhD dan guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Ahmad Satori Ismail selaku penceramah, artis kelahiran Banyuwangi, Jatim itu pun menyindir mahasiswa.
"Saya bertanya kepada mahasiswa dari universitas-universitas ternama tentang siapakah ibu pertiwi," kata mantan pelantun tembang "Nada Kasih" bersama Fariz RM itu.
Tapi, katanya, jawaban para mahasiswa dari universitas-universitas andalan itu umumnya menyamakan ibu pertiwi dengan bangsa, negara, dan Tanah Air.
"Padahal, ibu pertiwi adalah rakyat, rakyat miskin, bukan negara, bangsa, atau Tanah Air. Rakyat miskin yang selama ini tak menikmati kemerdekaan dan pembangunan," katanya menegaskan.
Dalam puisi panjang dalam kurun 20 menit itu, Neno juga mengajak para hadirin untuk merenungkan pentingnya memanfaatkan ilmu untuk kemaslahatan bangsa.
"Alangkah luhurnya bila ilmu yang telah kita serap selama belajar di sebuah universitas (apalagi ternama) bisa membantu kesejahteraan masyarakat banyak. Tak akan sia-sia ilmu itu akhirnya," katanya memaparkan.
sumber: www.antara.co.id
Pameran Unpad di Pekan Pendidikan Tinggi Jakarta
21 Februari 2009
Laporan oleh: Anton Sumantri
[Unpad.ac.id, 21/02] Sebagai salah satu universitas negeri terbesar di Indonesia, Unpad ikut ambil bagian dalam Pekan Pendidikan Tinggi Jakarta (PPTJ) 2009 di Istora Senayan Jakarta, mulai 17-19 Februari 2009. Acara tersebut merupakan acara tahunan demi mengakomodasi kebutuhan informasi pendidikan tinggi bagi murid SMA, khususnya siswa kelas 3 SMA.
Kesempatan ini tidak disia-siakan, baik bagi peserta maupun siswa SMA. Hal ini terlihat dari jumlah peserta pameran yang mencapai sekira 200-an perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Selain itu, pengunjung juga tampak membludak. Di stand Unpad sendiri, guru dan siswa SMA yang berkunjung pada hari pertama mencapai lebih dari 500 orang.
Berbagai macam pertanyaan dan informasi mereka ajukan di stand Unpad. Pada umumnya bertanya sekitar jalur penerimaan mahasiswa baru dan jenjang pendidikan di Unpad.
Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, Unpad menerima mahasiswa baru Unpad dari dua jalur masuk, yaitu SNMPTN dan SMUP. SNMPTN adalah jalur masuk Unpad yang seleksinya dilakukan secara nasional, sedangkan SMUP merupakan jalur penerimaan mahasiswa baru yang seleksinya diadakan secara mandiri oleh Unpad. Kedua jalur tersebut memiliki karakteristik dan prosedur masing-masing. ”Setiap tahun kami mengikuti pameran pendidikan. Seperti di PPTJ ini, selama dua kali penyelenggaraannya, kami sudah berpartisipasi,” tutur Eriyanto, staf Humas Unpad.
Koordinator Humas Unpad, Weny Widyowati menambahkan bahwa keikutsertaan Unpad dalam PPTJ 2009 diutamakan sebagai ajang layanan informasi pada masyarakat yang membutuhkan, dalam memilih program studi yang sesuai minat, bukan sekadar promosi institusi.
Sebagai universitas yang sedang dalam proses menjadi universitas kelas dunia, Unpad memperkenalkan berbagai macam keunggulan dan prestasi yang dimiliki. Unpad kini melengkapi berbagai fasilitas penunjang pendidikan. Selain itu, kualitas juga menjadi elemen penting demi menjaga mutu pendidikan dan lulusannya.
PPTJ 2009 juga dimeriahkan dengan pentas seni dari siswa SMA se-Jabodetabek.
Minat Masuk Unpad
Hari kedua penyelenggaraan PPTJ 2009, Unpad tetap dibanjiri pengunjung. Hal ini dibuktikan dengan semakin menipisnya brosur yang tersedia. Bahkan brosur beberapa fakultas, jumlahnya sudah lebih sedikit daripada brosur fakultas lainnya. “Beberapa brosur fakultas tertentu memang sedikit berkurang daripada brosur fakultas yang lain. Sebenarnya kami sudah mengatur sirkulasi keluarnya brosur, tapi karena memang minat siswa yang berbeda-beda dan kebetulan ada beberapa fakultas yang mereka favoritkan, maka brosurnya banyak diburu,” tutur Anggit, Staf Humas Unpad, Rabu (18/02).
”Dari dulu saya memang ingin masuk Unpad, kayaknya keren gitu.Padahal keluarga saya kebanyakan di universitas yang lain”, ungkap Farhana, siswi SMAN 4 Depok, Rabu (18/02). Dirinya mengaku sudah jatuh cinta dengan Unpad sejak lama. Ia memang sengaja mengunjungi stand Unpad untuk mencari informasi tentang program studi Farmasi Unpad.
Di sisi lain, beberapa fakultas baru di Unpad mulai dicari calon mahasiswa, salah satunya ialah Fakultas Teknik Geologi (FTG). Sejak 1959, jurusan Geologi di Unpad masih menjadi salah satu jurusan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Namun sejak 2007, jurusan Geologi berubah menjadi Fakultas Teknik Geologi (FTG). Meskipun terhitung baru sebagai fakultas, namun FTG Unpad telah banyak berkiprah dan berprestasi. Kualitas FTG pun tak bisa dipandang sebelah mata. Baru-baru ini, FTG Unpad menjalin kerjasama dengan Roxar, salah satu perusahaan konsultan pertambangan terbaik di dunia yang berbasis di Norwegia.
“Aku memang lagi cari Teknik Geologi. Dari dulu, aku memang berminat belajar tentang Geologi. Alhamdulillah kebetulan di Unpad ada. Sudah jadi fakultas tersendiri lagi,” pungkas Fina, siswi SMAN 24 Jakarta. Hal yang sama juga dialami Fakultas Farmasi. Fakultas yang berdiri sejak Oktober 2006 tersebut cukup diburu siswa-siswi SMA yang mengunjungi stand Unpad. Fenomena ini memperlihatkan pergeseran minat calon mahasiswa, namun bukan berarti fakultas lain tidak dilirik siswa SMA. (eh)*

Neno Warisman Sindir Mahalnya Pendidikan Tinggi
Posted March 5th, 2008 by admin
(17-12-2007)
Artis kenamaan Hj Neno Warisman menyindir mahalnya pendidikan tinggi, saat membacakan puisi "Afala Ta`qilun" dalam "Halal Bi Halal" Keluarga Besar ITS Surabaya, kemarin (16-12-2007 - red).
"Isu pendidikan selalu laris dijual para calon presiden, tapi anak-anak marjinal tetap kesulitan. Karena biaya pendidikan tinggi semakin tak terjangkau," katanya dalam salah satu bait puisinya.
Puisi religi yang dibaca dengan penuh penghayatan itu, juga menyentil makna "Halal Bi Halal" yang sering disalahgunakan para pejabat.
"Tak hilang rasa marahku dengan `Open House` (Halal Bi Halal), sampai (kesejahteraan) rakyat terjamin. Apalagi `Open House` mereka itu dibiayai rakyat miskin," katanya.
Di hadapan rektor ITS, Prof Ir Priyo Suprobo MS PhD dan guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Ahmad Satori Ismail selaku penceramah, artis kelahiran Banyuwangi, Jatim itu pun menyindir mahasiswa.
"Saya bertanya kepada mahasiswa dari universitas-universitas ternama tentang siapakah ibu pertiwi," kata mantan pelantun tembang "Nada Kasih" bersama Fariz RM itu.
Tapi, katanya, jawaban para mahasiswa dari universitas-universitas andalan itu umumnya menyamakan ibu pertiwi dengan bangsa, negara, dan Tanah Air.
"Padahal, ibu pertiwi adalah rakyat, rakyat miskin, bukan negara, bangsa, atau Tanah Air. Rakyat miskin yang selama ini tak menikmati kemerdekaan dan pembangunan," katanya menegaskan.
Dalam puisi panjang dalam kurun 20 menit itu, Neno juga mengajak para hadirin untuk merenungkan pentingnya memanfaatkan ilmu untuk kemaslahatan bangsa.
"Alangkah luhurnya bila ilmu yang telah kita serap selama belajar di sebuah universitas (apalagi ternama) bisa membantu kesejahteraan masyarakat banyak. Tak akan sia-sia ilmu itu akhirnya," katanya memaparkan.
sumber: www.antara.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar