Selasa, 26 Mei 2009

Resume " Metodelogi Penelitian"

BAB 1


METODELOGI PENELITIAN PENDIDIKAN



A. HAKEKAT PENELITIAN

Ada beberapa permasalahan penting yang akan akan dibahas dalam bab hakikat penelitian. Permasalahan tersebut merupakan permasalahan penting yang harus di pecahkan apabila seseorang ingin mengetahui seluk-beluk penelitian yang dimulai sejak awal. Beberapa permasalahanyang sering berkaitan dengan hakikat penelitian adalah:
1) Apakah penelitian itu ?
2) Apakah sumber-sumber ilmu pengetahuan ?
3) Bagaimanakah membedakan antara tipe-tipe penelitian yang ada ?

1. Apakah Penelitian Itu ?
Pertanyaan itu adalah pertanyaan hakiki yang berkaitan dengan dasar filosofis yang berkaitan erat dengan ontology suatu penelitian yang menjawab tentang pertanyaan what is real ? Atau apakah realitas dari penelitian ? Untuk memperoleh jawaban tesebut, alangkah baiknya jika seorang peneliti mencari masalah yang yang biasanya di jabarkan dalam bahasan penelitian. Adapun cirri-ciri penelitian yang memiliki dasar positivis, di antaranya adalah ssebagai berikut:
a. Menekankan objektivitas secara universal dan tidak di pengaruhi oleh ruang dan waktu.
b. Menginterpretasi variabel yang ada melalui peraturan kuantitas atau angka.
c. Memisahkan antara peneliti dengan objek yang hendak di teliti. Membuat jarak antara peneliti dan yang diteliti, dimaksudkan agar tidak ada pengaruh atau kontaminasi terhadap variable yang hendak diteliti.
d. Menekankan penggunaan metode statistik untuk mencari jawaban permasalahan yang hendak diteliti.
Bila diperhatikan secara lebih cermat,dalam mencari batasan tentang apakah penelitian itu itu maka akan diperoleh bahwa setiap pakar akan memberikan jawaban yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut diantaranya di pengaruhi adanya factor yang melatar belakangi peneliti.
Mengenai beberapa macam batasan peneliti, berikut akan diberikan beberapa contoh tentang macam-macam batasan penlitian.
Penelitian tidak lain adalah art and scicense guna mencari jawaban terhadap suatu permasalahan (Yosephdan Yoseph 1979). Karena seni dan ilmiah maka penelitian juga akan memberikan ruang-ruang yang akan mengakomodasi adanya perbedaan tentang apa yang dimaksud dengan penelitian.
Penelitian pula dapat diartikan sebagai cara pengamatan atau inkuiri dan mempunyai tujuan untuk mencari jawaban permasalahan atau proses penemuan, baik itu discovery dan invention.Discovery diartikan hasil temuan yang memang sebetulnya sudah ada,misalkan penemuan Benua Amerika.Sedangkan invention dapat diartikan sebagai penemuan hasil penelitian yang betul-betul baru dengan dukungan fakta. Misalnya hasil cloning dari hewan yang sudah mati dan dinyatakan punah,kemudian diteliti untuk menemukan jenis yang baru.

2. Apakah Tujuan Penelitian ?
Tidak semua kegiatan sulit dan melelahkan karena memerlukan biaya, tenaga, dan waktu. Beberapa tujuan penelitian yang hendak dicapai dapat dilihat diantaranya termasuk pada keterangan dibawah ini.
a. Memperoleh Informasi Baru
Penelitian biasanya akan berhubungan dengan informasi atau data yang masih baru jika dilihat dari aspek peneliti. Walapun mungkin saja suatu data atau fakta tersebut telah ada dan berada di suatu tempat dalam waktu lama. Contoh datas yang sering ditemui dalam kondisi tersebut misalnya adalah fakta sejarah yang di peroleh di sebuah situs desa Wonoboyo, Klaten. Dari situs tersebut telah di temukan di antaranya peniggalan peradaban masyarakat yang merupakan bangunan kuno. Hasil-hasil temuan tersebut menurut para ahli arkeologi adalah peninggalan pada zaman Mataram kuno.
b. Mengembangkan dan Menjelaskan
Tujuan yang kedua adalah mengembangkan dan menjelaskan. Fungsi kesua ini penting dan bermanfaat secara signifikan ketika para peneliti berusaha memecahkan permasalahan dengan tidak mengigkan tejadinya pengulangan kerja atau pengguanaan tenaga yang sia-sia. Dengan melakuakan pengembangan dan usaha menjelaskan melalui teori yang didukung oleh fakta-fakta penujang yang ada, peneliti akan dapat sampai pada pemberian pernyataan sementara yang sering disebut sebagai hipotesis penelitian.
c. Menerangkan, Memperdiksi, dan Mengontrol Suatu Ubahan
Ubahan yang di dalam sitilah penelitian disebut variabel adalah simbol yang digunakan untuk mentransfer gejala kedalam penelitian. Seorang peneliti perluh mengetahui variabel yang disebut variabel bebas atau independent variable dan variabel tergangtung atau sering pula disebut dependent variable, sehingga dia dapat mengetahui secara past pengaru variabel satu terhadap variabel yang lainnya.Tujuan penelitian yang ketiga ini penting dalam aspek akademika karena dengan memiliki kemampuan yang mencakup menerangkan, memprediksi, dan mengontrol sesuatu, dapat dikatakan bahwa seorang tersebut adalah orang ahli atau umaroh yang memilki kelebihan dibandingkan orang awam.

3. Karakteristik Penelitian
Banyak yang berpikir dan kemudian beranggapan, bahwa seorang yang datang, melihat secara cermat suatu peritiwa.,dan kemudian melaporkannya kepada orang lain dikatakan dia telah melakukan penelitian. Demikian juga dengan seseorang yang bertatap muka dengan seorang guru di sekolah,melakukan Tanya jawab dengan guru tersebut, kemudian mencatat hasil tatap muka tersebut , dikatakan bahwa di telah melakukan penelitian.
Agar mempunyai gambaran yang komprehensif tentang suatu kegiatan penelitian, berikut ini akan ditampilkan secara singkat beberapa karakteristik penelitian. Beberapa karakteristik tersebut, di antaranya seperti berikut:
1. Mempunyai tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah penting dalam setiap kegiatan penelitian. Kegiatan sesibuk dan sesukar apapun hanya dapat disebut bersibuk-sibuk,jika mereka tidak mempunyai tujuan.
2. Mencakup kegiatan pengumpulan data baru. Seorang peneliti yang tidak tejun dan mencari data dilapangan, tidak melakukan pengumpulan data, tidak melakukan pengamatan, serta pengontrolan terhadap objek yang diteliti maka kegiatan yang dilaporkan tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan penelitian.
3. Mencakup kegiatan yang terencana dan sistematik. Sistematika permasalahan tersebut dituangkan kedalam bentuk proposal penelitian yang biasanya mengandung unsur–unsur penting, agar para peneliti tidak mengalami hambatan ketika mereka terjun dilapang. Unsur-unsur proposal penelitian tersebut termasuk:
a) judul penelitian
b) pendahuluan
c) kajian pustaka
d) metode penelitian
e) jadwal penelitian, personalia,dan
f) anggaran penelitian dan lampiran-lampiran yang relevan.
4. Mengunakan analisis logis. Melakukan penelitian bukan kegiatan menulis pendapat, sikap atau pihak mana seseorang ketika menghadapi persoalan. Seorang peneliti harus melakukan kegiatan penelitian dengan menggunakan objektivitas yang universal. Analisis logis yang mengedepankan objektivitas dan mengesampingkan subjektivitas sangat penting dalam kegiatan penelitian.
5. Mempertimbang aspek pengembangan teori. Melakukan penelitian memiliki perbedaan penting jika dibandingkan dengan problem solving. Diantara perbedaan yang mencolok yaitu sebagai berikut:
a) Dalam penelitian tidak menembuktikan tetapi menguji. Prinsip menguji adalah peneliti mencari data pendukung, data yang ada analisis, hasilnya kemudian dikembalikan pada hipotesis sementara, apakah sesuai atau menerima atau tidak sesuai dengan propesi yang akan diajukan atau ditolak.
b) Dalam penelitian selalu ada dua alternatif jawaban permasalahan, menolak dan menerima hipotesis. Sedangkan problem solving hanya ada satu arah terbukti atau salah.
6. Mengandung unsur observasi. Suatu kegiatan penelitian baru dapat dikatakan
Penelitian jika dalam proses mencapai tujuan mengandung unsur pengamatan terhadap objek atau subjek yang di teliti.
7. Memerlukan pencatatan terhadap gejala yang muncul.Gejala ynag berasal dari objek atau subjek penelitian harus di tangkap peneliti untk diadministrasi menjadi data yang relevan.
8. Melakukan kontrol.Dlam penelitian eksperimen, agar variabel bebas dapat diketahui implikasinya terhadap variabel yang terikat, seorang peneliti perlu melakukan pembatasan agar variabel lain yang tidak di harapkan tidak berintervensi danmempunyai pengeruh terhadap variabel yang telah di rencanakan.
9. Memerlukan validasi instrumen. Alat yang hendak digunakan untuk mengukur atau mengumpulkan data dilapangan penelitian harus ada alat ukur yang valid dan universal atau tidak terpengaruh oleh faktor waktu dan tempat.
10. Memerlukan keberanian. Untuk penelitian tertentu misalnya tentang penelitian kebijakan, penelitian dampak suatu proyek, terkadang dirahasia oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
11. Dicata secara tepat oleh instansi yang berkepentingan sebagai laporan. Penelitian yang baik biasanya selalu diakhiri dengan dilaporkannya secara tertulis.

B. FUNGSI-FUNGSI PENELITIAN

Dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian merupakan salah satu media yang andal untuk memenuhi bermacam-macam fungsi seperti berikut :
1. Menentukan sesuatu yang baru. Walaupn banyak cara untuk dapat menemukan
informasi atau karya baru, dalam dunia pengetahuan penemuan yang dilakukan melalui suatu kegiatan penelitian adalah hasil yang andal dan mendapat pengakuan dari para ilmuwan.
2. Mengembangkan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dapat dilakukan secara berkelanjutan melalui media penelitian. Hasil dari kegiatan perkembangan ilmu pengetahuan ialah dapat dikembangkannya wawasan pengetahuan menjadi semakin luas dan berkembang dengan tanpa overlapiping (tumpang tindih) yang berati. (lihat Gambar 1.1)


Yang lalu Saat sekarang Masa yang
Akan datang

3. Melakukan validasi terhadap teori lama. Hasil penelitian digunakan sebaga
konfirmasi atau pembaruan jika terjadi perubahan yang nyata terhadap paradigma teori yang telah lama berlaku.
4. Menemukan permasalahan penelitian. Permasalahan penelitian pada prinsipnya
dapat diperoleh di mana saja seorang peneliti berada. Karena sebenarnya masalah penelitian selalu ada.
5. Menambah khazanah pengayaan ilmiah yang baru.

C. SUMBER-SUMBER ILMU PENGETAHUAN

Sebagai makhluk Tuhan, manusia diberi banyak kelebihan. Mereka tidak seperti makhluk lain misalnya Hewan, belajar atau usaha atau survive hanya dari satu media yaitu instink atau naluri kebinatangannya. Dalam usaha untuk hidup, manusia berusaha menguasai ilmu pengetahuan. Ada beberapa macam cara manusia menguasai ilmu pengetahuan untuk hidup dalam dunianya. Ada beberapa macam metode tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Melalui pengalaman. Seorang manusia bisa memilki dan menguasai ilmu
pengetahuan tertentu melalui pengalaman,baik secara individual maupun dalam hidup bermasyarakat
b. Melalui cara tradisi atau tenacity. Cara seseorang belajar menguasai suatu ilmu pengetahuan adalah menggunakan model tradisi yang berlaku di dalam masyarakatnya.
c. Melalui metode otoriras. Metode ini digunakan seseorang untuk menguasai ilmu pengetahuan jika metode pengalaman tidak dapat digunakan secara efektif. Cara lain adalah dengan bertanya atau menggunakan pengalaman orang lain.
d. Melalui metode deduktif dan induktif. Cara ini adalah yang paling lama digunakan oleh para ahli zaman Yunani dan Mesir kuno dalam mengembangkan dan menguasai ilmu pengetahuan .
e. Menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah adalah merupakan metode unutk menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang paling tinggi nilai validitasdan ketepatannya.

D. MACAM-MACAM BENTUK PENELITIAN

Secara garis besar, penelitian dapat dibedakan dari beberapa aspek bagaimana suatu bentuk penelitian dilihat dan dibedakan.Beberapa aspek tinjauan tersebut temasuk : aspek tujuan, aspek metode, dan aspek bidang kajian.
1. Klasifikasi bentuk bentuk penelitian dari aspek tujuan, pertama yang hendak dibahas dalam subtema ini adalah penelitian daro aspek tujuan (Gay, 1981). Ada dua macam tujuan,yaitu penelitian dasar dan penelitian lanjut.
a) Penelitian dasar.Suatu bentuk penelitian dikatakan penelitian dasar apabila para peneliti yang melakukan penelitian mempunyai tujuan perluasan ilmu dengan tanpa memikirkan pada pemanfaatan hasil penelitian tersebut untuk manusia ataupun masyarakat.
b) Penelitian terapan atau yang sering disebut sebagai applied research. Para peneliti dalam hal ini mengadakan penelitian atas dasar permasalahan yang signifikan dan hidup di masyarakat sekitarnya.
2. Klasifikasi penelitian menurut aspek metode.Beberapa macam bentuk penelitian dilihat dari segi metode dapat dilihat dalam keterangan di bawah ini.
a) Penelitian diskriptif. Klasifikasi yang pertama sering ditemui dalam bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan ialah penelitian diskriptif.
b) Penelitian sejarah. Penelitian sejarah atau historical reseach ini juga dilihat sepintas sama dengan dengan penelitian diskriptif.Ynag membedakan dalam penelitian sejarah,peneliti harus pelaku sejarah, misalnya para pemimpin yang terlibat dan tokoh-tokoh masyarakat yang mengalami dan menggunakan sumber-sumber lain term,asuk objek peninggalan kejadian, pasti, buku-buku yang berkaitan erat dengan peristiwa yang diteliti.
c) Penelitian survei.Bentuk penelitian yang kedua ini sering pula disebut sebagai penelitian normatif atau penelitian status. Penelitian survei biasanya tidak membatasi dengan satu atau beberapa variabel.
d) Penelitian ex-postfakto. Penelitian ini disebut penelitian ex-postfakto karena para peneliti behubungan pada variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang telah diteliti.
e) Penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang ada. Karena dalam penelitian eksperimen para peneliti melakukan tiga persyaratandari satu bentuk penelitian.
f) Penelitian kuasi eksperimen. Kuasi arti lain dari semu. Penelitian ini dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu.


3. Klasifikasi penelitian menurut bidang garapan. Variasi bentuk penelitian juga dapat dilihat dari objek yang diteliti. Bentuk penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian kependidikan dan penelitian nonkependidikan.



 Penelitian kependidikan. Bidang dan garapan yang menjadi pokok penelitian adalah menekankan pada sekitar masalah pendidikan,baik yang mencakup factor internal pendidkan termsuk: komponen guru, siswa, kurikulum sistem pengajaran, manajemen, dan hubungan lembaga denganmasyarakat.
 Penelitian nonkependidikan. Penelitian nonkependidikan ini mempunyai cakupan yang luas sekali seluas bidang keahlian dan variasi dari para pembaca,dapat dimasukkan sebagai penelitian non kependidikan.






















BAB 2

STRUKTUR ORGANISASI PENELITIAN

A. MEMILIH PERMASALAHAN PENELITIAN

Walaupun usaha untuk menentukan permasalahan, tidak ada resepnya yang pasti, pembahasan tentang memilih permasalahan perlu juga diuraikan, agar para peneliti khususnya peneliti muda dapat menggunakannya sebagai acuan didalam mencari permasalahan yang signifikan untuk diteliti.
Dalam peraktiknya, sebelum permasalahan dapat dirumuskan dengan baik, permasalahan penelitian dapat dinilai dengan beberapa pertanyaan atau pernyataan sebagai berikut.
1. Problem penelitian sebaiknya memberikan kontribusi terhadap teori yang ada dan bidang peneliti yang berkepentingan.
2. Setelah dilakukanstudi terhadap permasalahan terhadap penelitian yang ada, problematika hendaknya memberikan motivasi timbulnya permasalahan baru untuk dilakukan studi dalam kegiatan penelitian berikutnya.
3. Permasalahan peneliti dapat dirumuskan dalam statemen pertanyaan.
4. Dalam bentuk kesenjangan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada.

B. SEKUENSI MEMILIHPROBLEM PENELITIAN

Dalam memilih permasalahan penelitian akan lebih mudah bagi para peneliti, secara organisatoris memperhatikan langkah-langkah penting seprto berikut.
Pertama, mereka hendaknya dapat mengidentifikasi cakupan luas atau general area dari permasalahan, misalnya bidang teknologi terapan, bimbingan karier, psikologi, sosologi, manajemen,bidang ekonomi, dan sebagainya.
Kedua, mempersempit permasalahan sehingga menjadi permasalahan yang dapat diteliti atau resechable problems.
Langkah ketiga setelah masalah disampaikan ialah dirumuskan menjadi bentuk pernyataan yang sesuai dengan metode penelitianyang hendak digunakan .

C. KARAKTERISTIK PERMASALAHAN

Secara fungisional masalah penelitian mempunyai arti penting bagi para peneliti. Masalah penelitian dapat digunakan sebagai pedoman kegiatan di lapangan. Ciri-ciri permasalahan yang baik serta layak untuk diteliti

1. Dapat Diteliti
Suatu permasalahan dapat dikatakan diteliti, apabila masalah tersebut dapat diungkap kejelasannya melalui tindakan koleksi data dan kemudian dianalisis. Sebagai contoh, dalam bentuk apakah informasi pekerjaan dapat diberikan kepada para pencari kerja? Seorang peneliti tidak akan dapat memberikan jawaban secara pasti. Oleh karena itu, guna memperoleh jawaban tersebut mereka mencari informasi dengan cara bertanya dengan responden, melakukan observasi langsung di mana para pencari kerja berada, melakukan studi keperpustakan dengan buku.

2. Mempunyai Kontribusi Signifikan
Ciri-ciri suatu masalah penelitian yang kedua adalah mempunyai kontribusi nyata. Masalh penelitian dikatakan baik jika itu mempunyai manfaat bagi penelti yang bersangkutan maupun bagi masyarakat pada umumnya.





3. Dapat Didukung dengan Data Empiris
Karakteristik yang ketiga juga penting untuk dipertimbangkan adalah fenomena masalah tersebut dapat diukur baik secara kuantitatif maupan secara empiris. Ukuran empiris atau ukuran yang didasarkan pada fakta yang dapat dirasakan oleh orang yang terlibat mempunyai peranan penting.

4. Sesuai dengan Kemampuan dan Keinginan Peneliti
Karakteristis yang menganjurkan perlunya peneliti menyesuaikan kemampuan dan sesuai dengan keinginannya. Permasalahan yang mempunyai tiga karakteristik di atas akan memberikan keyakinan untuk dapat meneliti dan mengumpulkan data pendukung.

D. MERUMUSKAN PERMASALAHAN
Masalah penelitian yang sudah diidentifikasi dan dibatasi agar memperoleh masalah yang layak untuk di teliti masih harus dirumuskan agar dapat memberikan arah bagi si peneliti. Rumusan permasalahan yang baik, harus dapat mencakup dan menunjukan semua variabel maupun hubungan variabel satu dengan variabel yang lain yang hendak diteliti.













BAB 3

STUDI KEPUSTAKAN

A. MACAM-MACAM SUMBER INFORMASI

Ada bebrapa macam sumber informasi yang dapat digunakan oleh para peneliti sebagai bahan studi kepustakaan. Bermacam-macam sumber tersebut di antaranya dapat dilihat sebagai berikut.

1. Jurnal Penelitian
Sumber utama dan mempunyai nilai sangat penting dibandingkan dengan sumber-sumber informasi lainnya ialah jurnal penelitian. Banyak ragamnya tentang jurnal penelitian sebanyak bidang pengetahuan yang ada dan digeluti oleh para peneliti. Dari bermaam-macam jurnal penelitian ini termasuk diantaranya adalah : jurnal pendidikan dan cakrawala pendidikan diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Laporan Hasil Penelitian
Tidak semua hasil penelitian mempunyai kesempatan dapat dipublikasikan dalam jurnal. Mereka terserak dalam rak perpustakaan atau di masing-masing dosen pembimbing. Hasil penelitian tersebut mempunyai bobot hamir sama dengan yang ada dalam jurnal. Hasil penelitian yang ada dan subtansi lainnya dalam hasil penelitian dapat diambil sebagai acuan kepustakaan.




3. Abstrtak
Tidak lain adalah ringkasan laporan hasil penelitian. Sudah menjadi kesepakatan internasional bahwa abstrak perlu ada dalam setiap laporan hasil penelitian, baik yang dipublikasikan maupun yang belum di publikasikan.

4. Narasumber
Dalam mencari informasi, narasumber merupakan sumber informasi yang hidup. Karena mereka umunya adalah manusia yang mempunyai kriteria tentang tertentu dan mempunyai pengaruh yang positif dalam bidang ilmu tertentu dan mempunyai pengaruh yang positif dalam bidang ilmu tertentu.

5. Buku
Sumber pustaka ilmiah yang lain adalh buku yang secara resmi telah dipublikasi atau telah menjadi pegangan dalam mempelajari suatau bidang ilmu. Buku ini sangat penting karena sebagian bidang ilmu yang erat kaitannya dengan penelitian dan sebagian besar ada dalam buku yang ditulis oleh pengarang ahli.

6. Surat Kabar dan Majalah
media cetak ini adalah merupakan suber pustaka yang cukup baik dan mudah diperoleh di masyarakat. Mengingat bahwa informasi dari surat kabar dan majalah merupakan informasi yang sifatnya popular, para peneliti dianjurkan untuk lebih dahulu mengevaluasi isi yang hendak diambil.

7. Internet
Kemajuan teknologi membawa dampak yang sangat signifikan di bidang informasi. Dunia seolah semakin kecil, batas antara negara dapat di lampaui dengan tidak melakukan intervensi. Dengan kemajuan teknologi informasi, kegiatan manusia semakin mengglobal, transaksi perdagangan dapat dilakukan dengan jaringan komunikasi, informasi mengalir cepat sekali.
B. ISI STUDI KEPUSTAKAAN
Isi studi kepustakaan dapat berbentuk kajian teoritis yang pembahasannya difokuskan pada infomasi sekitar permasalahan penelitian yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Misalnya, jika seorang peneliti hendak mengungkapkan tentang pengaruh prestasi belajar dilihat dari factor-faktor : hubungan anak dengan orangtua, pekerjaan orangtua, dan status oarngtua, maka peneliti dapat melakukan studi kepustakaan yang berhubungan dengan : teori sosiologi dan psikologi pendidikan anak serta hubungan sosial sekitar kegiatan anak dalam keluarga, perenan orangtua, dan jenis pekerjaan.

C. JUMLAH REFERENSI YANG DIPERLUKAN
Tentang berapa jumlah acuan dalam kajian pustaka kadang dinyatakan para peneliti muda atau para mahasiswa yang baru pertama kali mempunyai tugas menyusun studi literature dari sumbner-sumber pustaka yang ada dan menghubungkan dengan permasalahan penelelitian. Tidak ada batasan pasti tentang berapa jumlah buku yang harus digunakan sebagai acuan, tetapi ada petunjuk yang memberi arah bahwa semakin banyak buku dan sumber-sumber informasi yang mendukung kegiatan eksplorasi kajian pustaka, semakin baik dan menguntungkan bagi peneliti.

D. MENGORGANISASI SUBTANSI KAJIAN PUSTAKA
Setelah informasi yang berhubungan dengan permasalahan penelitian diperoleh secara komperhensif dan lengkap dengan pencatatan seumber informasi sesuai dengan aturan tata tulis yang ditetapkan, langkah berikutnya perlu diperhatikan oleh para peneliti ialah mengorganisasi materi yang diperoleh secara sistematis sebagai bahan acuan selama melakukan kegiatan penelitian.







BAB 4

TEKNIK SAMPLING

A. TEMPAT PENELITIAN
Batasan pertama yang selalu muncul dalam kaitannya dengan metodologi penelitian adalah tempat penelitian. Yang dimaksud dengan tempat penelitian tidak lain adalah tempat dimana proses studi yang digunakan untuk memperoleh pemecahan masalah penelitian berlangsung. Ada beberapa tempat penelitian, tergantung bidang ilmu yang melatarbelakangi studi tersebut. Untuk bidang ilmu pendidikan maka tempat penelitian tersebut dapat berupa kelas, sekolah, lembaga pendidikan dalam satu kawasan.

B. POPULASI PENELITIAN
Populasi pada prinsipnya adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian.

C. SAMPEL PENELITIAN
Sering kali tejadi bahwa peneliti tidak dapat melakukan studi terhadap semua anggota kelompok yang menjadi interes penelitian. Dan mereka hanya mampu mengambil sebagian dari jumlah populasi yang ada. Sebagina dari jumlah populasi yang ada tersebut diambil datanya. Cara demekian yang disebut sampel dalam penelitian.

D. MENENTUKAN JUMLAH SUBJEK
Subjek yang akan diambil dalam penelitian biasanya disebut sebagai populasi. Jika jumlah popuilasi terlalu besar, maka peneliti dapat mengambil sebagian jumlah total populasi. Sedangkan jumlah populasi kecil, sebaiknya seluruh populasi digunakan sebagi sumber pengambilan data. Sebagian dari populasi yang terpilih untuk penelitian ini jumlahnya harus memenuhi syarat mewakili populasi yang ada.

E. MEMILIH TEKNIK SAMPLING
Batasan yang lain muncul dalam proses penelitian, yaitu tenik memilih sampel. Menetukan teknik mengambil sampel ini dilakukan, setelah ketentuan besar responden yang digunakan sebagai sampel telah diperoleh. Memilih sampel, dalam suatu penelitian erat kaitannya dengan manusia dapat dibedakan menjadidua macam yaitu : dengan menggunakan teori probabilitas dan secara nonprobabilitas.

F. MEMILIH SAMPEL DENGAN TEKNIK PROBABILITAS
Ada empat macam tenik pengambilan sampel yang termasuk dalam teknik pengambilan sampel dengan teknik probabilitas sampling. Keempat teknik tersebut, yaitu:
a. samling acak
b. teknik stratifikasi
c. teknik klaster
d. teknik secara sistematis

G. MEMILIH TEKNIK SAMPEL DENGAN TEKNIK
NONPROBABILITAS
Ada empat macam teknik memilih sampel yang termasuk teknik nonprobabilitas yaitu :
1. Teknik memilih sampel secara kebetulan
2. Memilih sampel dengan teknik bertujuan
3. Memilih sampel secarakuota atau jatah
4. memilih sampel dengan cara “getok tular”



BAB 5

RENCANA PENELITIAN

A. PERIAPAN PENELITIAN
Langkah pertama yang harus diperhatikan oleh para peneliti, yaitu langkah persiapan. Pada langkah persiapan ini, para peneliti harus menyiapkan secara sistematis agar pekerjaan penelitian dapat lancar dan memecahkan permasalahan penelitian. Ada beberpa tindakan yang mesti dilakukan oleh para peneliti. Beberapa tindakan diantaranya, yaitu membuat perencanaan, merencanakan kerjasama, dan memahami maca-macam etika penelitian.

B. MEMBUAT PERENCANAAN PENELITIAN
Secara umum, rencana penelitian mempunyai beberapa komponen penting, termasuk diantaranya :
1. Halaman judul,
2. Pengantar,
3. Pendahuluan,
4. Kajian pustaka atau Landasan teori,
5. Metode Penelitian, Jadwal kegiatan lapangan, dan
6. Rencana anggaran/estimasi biaya (jika diperlukan)

C. INSTRUMEN PENELITIAN
Secara fungsional kegunaan instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data yang diperlukan ketika peneliti sudah menginjak pada langkah pengumpulan informasi lapangan. Tetapi perlu disadari bahwa dalam penelitian kuatitatif, membuat instrumen penelititan, menentukan hipotesis dan pemilihan teknik statistika adalah termasuk kegiatan yang harus dibuat secara intensif, sebelum peneliti memasuki lapangan laboratorium.
BAB 6

ANALISA DATA

A. MELAKUKAN SKORSING
Semua data yang kembali perlu dinilai secara tepat dan konsisten, karena setiap angket merefleksikan sosok individu yang telah memberikan kontribusi dan berparitsipasi dalam menjawab angket yang telah dikirimkan reponden kepada tim peneliti. Setiap angket harus diskor dengan cara yang sama dan kriteria yang sama.

B. PROSES TABULASI
Setelah instrumen diskor, hasilnya ditransfer dalam bentuk yang lebih ringkas dan mudah dilihat. Mencatat skor secara sistematis akan memudahkan pengamatan data dan memperoleh gambaran analisisnya. Dari tabulasi, analisis data dapat dilakukan dengan secara sedrhana, yaitu dengan menggunakan prinsip analisis deskripsi, yaitu mencari jumlah skor, nilai rerata, standar penyimpangan, dan variasi penyebarannya. Data dapat pula ditampilkan dalam bentuk grafis untuk melihat gambaran secara komprehensif.

C. KEGIATAN DALAM ANALISA DATA
Kegiatan analisis data dalam suatu proses penelitian umumnya dapat dibedakan menjadi dua kegiatan, yaitu mendreskripsi data dan melakuakn uji statistika (inferensi).
1. Mendeskripsikan data
yang dimaksud dengan mendeskripsikan data adalah menggambarkan data yang ada guna memperoleh bentuk yang nyata dari responden, sehingga lebih mudah dimengerti oleh peneliti atau orang lain yang tertarik dengan hasil penelitian yang dilakuakan. Mendeskripsikan informasi dari responden ini ada dua macam. Yaitu menyusun dan mengumpulkan data yang ada, sehingga gambaran nyata terhadap responden.

2. melakukan inferensi (Uji statistika )
Berikut ini akan disebutkan beberapa kondisi yang mendorong untuk melakukan inferensi yaitu :
• Keterbatasan dana, tenaga, dan waktu merupakan alasan klasik yang sering dilakukan para peneliti untuk menggunakan inferensi dalam analisi data;
• Menggunakan konsep populasi dan sample dalam kegiatan pengambilan data;
• Melakukan testing hipotesis;
• Melakukan generalisasi hasilyang diperoleh.





















BAB 7

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Pada subbab ini, yang dimasud dengan kesimpulan penelitian adalah pernyatan singkat tentang hasil analisis deskripsi dan pembahasan tentang hasil penetesan hipotesis yang telah dilakukan di bab sebelumnya. Tujuan penulisan kesimpulan adalah untuk memberikan kesempatan dan informasi kepada pembaca guna mengetahui secara cepat tentang apa hasil akhir yang diperolehkan dari peneltian yang telah dilakukan.

B. IMPLIKASI
Subbagian yang memiliki arti penting lainnya, yaitu bagian implikasi. Dalam subbagian ini peneliti dapat melaporkan suatu analisis yang lebih mendalam yang berkaitan dengan kesimpulan utamanya. Ketika terjadi rangkaian yang perlu mendapat penjelasan mengapa suatu kesimpulan tersebut terjadi, dan menarik untuk diketahui oleh para pembaca atau para pengguna lainnya.

C. SARAN-SARAN
Saran yang diberikan kepada para pembaca, sebaiknya saran-saran yang betul- betul didasarkan atas hasil temuan dalam studi yang telah dilakukan, dan bukan berupa pendapat atau tinjauan idealis pribadi peneliti.





D. BAGIAN AKHIR LAPORAN PENELITIAN
Bagian akhir dari suatu laporan penelitian biasanya berisi daftar pustaka, yaitu catatan secara sistematis tentang semua sumber-sumber yang digunakan sebagai acuan atau referensi yang digunakan dalam penelitian. Catatan tersebut disusun secara sistematis misalnyatentang nama penulis, tahun terbit, judul buku, kota di manapenerbit berada, dan perusahaan yang menerbitkan.

























BAB 8

EVALUASI LAPORAN PENELITAN

A. TATA TULIS LAPORAN PENELITIAN
Tata tulis laporan penelitian pada umumnya mencakup :
1. kertas naskah dan sampul,
2. pengetikan,
3. penomoran,
4. penyajian table dan gambar,
5. pengutipan, dan
6. penulisan daftar pustaka.

B. SUBTANSI LAPORAN PENELITIAN
Untuk melakukan evaluasi terhadap suatu penelitian, beberapa kriteria pertanyaan sebagai alat bantu evaluasi dapat digunakan sesuai dengan komponen laporan penelitian. Beberapa pernyataan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
2. Bab II Landasan Teori
3. Bab III Metode Penelitian
4. Bab IV Analisis Data
5. Bab V Kesimpulan, Implikasi, dan Saran







BAB 9

INSTRUMEN PENELITIAN

A. VALIDITAS INSTRUMEN
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur, Gay (1983). Seorang guru melakukan tes untuk melakuakan penilian apakah para siswa dapat menguasai pengetahuan yang telah diberikan di kelas. Agar dapat memperoleh hasil yang baik gur tersebut perlu membuat atau mengembangkan tes yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, kemudian memanfaatkannya untuk peserta didik.

B. REABILITAS
Syarat lainnya yang juga penting bagi seorang peneliti adalah reabilitas. Reabilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reabilitas yang tinggi, pabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Ini berarti semakin reliable tes memiliki persyaratan maka semakin yakin kita dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil sama ketika dilakukan tes kembali.

C. MENGUKUR HOMOGENITAS
Cara mengukur konsistensi internal ialah yang tidak harus dengan membagi tes menjadi dua bagian, prosedur ini menilai konsistensi antarintern atau homogenitas item-item dalam satu set tes yang direncanakan. Mengukur homogenitas pada dasarnya adalah memperhitungkan dua sumber kesalahan yang muncul pada tes yang direncanakan.



D. KESALAHAN BAKU DALAM PENGUKURAN
Konsep lain yang juga merefleksikan konsistensi suatu tes adalah nilai kesalahan baku pengukuran. Kesalahan baku pengukuran merupakan estimasi tentang bagaimana seorang peneliti mengharapkan kesalahan dari tes yang telah dibuat. Kesalahan baku pengukuran pada umunya dapat juga menunjukan tingkat reabilitas tes. Jika nilai kesalahan baku pengukuran suatu tes yang telah dibuat kecil, berarti reabilitas tes tersebut tinggi.

Senin, 25 Mei 2009

pendidikan layanan khusus

Pandangan Awam mengenai Anak Berkebutuhan Khusus
Tidak ada satu anak manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sama antara yang satu dengan lainnya. Tidak ada satu anak manusia yang tidak memiliki kekurangan. Tidak ada satu anak manusia yang ingin dilahirkan ke dunia ini dengan menyandang kelainan atau memiliki kecacatan. Demikian juga tidak akan ada seorang ibu yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan. Oleh sebab itu, sejak kelahirannya ke dunia, anak cacat atau dikenal dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) sudah tidak dikehendaki oleh kedua orang tuanya. Konsekuensi logis bila ABK akan menghadapi banyak tantangan dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pendidikan.
Kelahiran seorang ABK tidak mengenal apakah mereka dari keluarga kaya, keluarga berpendidikan, keluarga miskin, keluarga yang taat beragama atau tidak. Bila Tuhan menghendaki keluarga itu dititipi seorang ABK maka kemungkinan semua itu bisa terjadi. Akan tetapi Tuhan melihat dan menghargai manusia tidak dari kecacatannya secara fisik, mental atau sosial. Tuhan melihat manusia dari ketakwaan kepada-Nya.
Dititipkannya ABK pada satu keluarga bukan berarti keluarga tersebut mendapat kutukan, tetapi dititipkannya ABK pada satu keluarga karena Tuhan menguji atau memberi kesempatan pada keluarga tersebut untuk berbuat yang terbaik pada anaknya. Sebagai manusia, ABK memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat, dan bangsa. ABK memilki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang tidak memiliki kelainan atau normal.
Tidak ada satu alasan bagi Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar (SD) umum dimanapun adanya, melarang ABK untuk masuk ke sekolah tersebut. Bersama Guru Pembimbing Khusus yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan PLB, sekolah dapat merancang pelayanan PLB bagi anak tersebut yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak. Apakah anak tersebut membutuhkan kelas khusus, program khusus dan/atau layanan khusus tergantung dari tingkat kemampuan dan kondisi kecacatan anak.
Semakin dini ABK diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan anak seusianya, semakin kuat mental ABK menghadapi tantangan yang ada di lingkungan tempatnya berada. Ia juga akan jauh lebih berkembang bila dibandingkan dengan mereka yang diasingkan dan tidak disekolahkan. Semakin dini mendapatkan layanan pendidikan, semakin baik hasil yang diperoleh. Sesuai dengan pengalaman, keuntungan PLB di lingkungan sekolah biasa ini tidak hanya diperoleh ABK saja melainkan akan dialami oleh anak-anak normal lainnya.
Banyak orang awam berpandangan yang salah tentang pendidikan bagi ABK. Seolah-olah PLB hanya ada di SLB. Kencenderungan orang-orang yang pengetahuan mengenai ABKnya masih kurang bila menemukan anak yang menyandang kelainan atau ABK, mereka langsung menyuruh untuk masuk ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Hal ini tidaklah benar, sebab SLB bukan habitatnya. Habitat ABK sama dengan habitat anak pada umumnya yang normal. Ia berada di lingkungan SLB bila di Sekolah Biasa sudah tidak dapat menangani pendidikannya atau memang kehendak dan hak dari anak itu sendiri.
Pandangan lain yang salah dari sebagian besar orang umum yaitu seolah-olah PLB hanya bisa diberikan di SLB atau seolah-olah PLB itu sama dan identik dengan SLB. Hal tersebut tentu saja tidak benar, sebab pelayanan PLB bisa diberikan di sekolah biasa dengan pembelajaran yang di adaptifkan pada anak berdasarkan kelainan dan karakteristiknya oleh guru biasa. Karena itu, informasi tentang Pembelajaran adaptif bagi ABK perlu juga bagi Guru biasa, sehingga bila ABK datang ke sekolah biasa dapat diberikan pelayanan PLB.
Mengacu pada perkembangan Paradigma baru tentang PLB dan hak asasi anak, maka PLB bergerak dari pendidikan yang bersifat terpisah atau segregasi ke arah pendidikan bersifat integrasi (terpadu). Kenyataan di Indonesia yang tidak bisa disangkal, SLB masih dominan sebagai tempat pendidikan formal anak berkebutuhan khusus. Dimanapun ABK bersekolah pembelajaran adaptif tetap dibutuhkan.

IDENTIFIKASI ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
Tunanetra (anak yang mengalami gangguan penglihatan)
1. Tidak mampu melihat,
2. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,
3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
5. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
6. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,
7. Mata bergoyang terus.
• Nilai standarnya adalah 6, artinya bila anak mengalami minimal 6 gejala di atas, maka anak termasuk tunanetra.
• Tunarungu (anak yang mengalami gangguan pendengaran)
1. Tidak mampu mendengar,
2. Terlambat perkembangan bahasa,
3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
4. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,
5. Ucapan kata tidak jelas,
6. Kualitas suara aneh/monoton,
7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,
8. Banyak perhatian terhadap getaran,
9. Keluar nanah dari kedua telinga,
10. Terdapat kelainan organis telinga.
• Nilai standarnya 7.
• Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
1. Anggauta gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
2. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
3. Terdapat bagian anggauta gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
4. Terdapat cacat pada alat gerak,
5. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
6. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal,
7. Hiperaktif/tidak dapat tenang.
• Nilai standarnya 5.
• Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
1. Membaca pada usia lebih muda,
2. Membaca lebih cepat dan lebih banyak,
3. Memiliki perbendaharaan kata yang luas,
4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,
5. Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,
6. Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,
7. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,
8. Memberi jawaban-jawaban yang baik,
9. Dapat memberikan banyak gagasan,
10. Luwes dalam berpikir,
11. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,
12. Mempunyai pengamatan yang tajam,
13. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap
14. tugas atau bidang yang diminati,
15. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,
16. Senang mencoba hal-hal baru,
17. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,
18. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah,
19. Cepat menangkap hubungan sebabakibat,
20. Berperilaku terarah pada tujuan,
21. Mempunyai daya imajinasi yang kuat,
22. Mempunyai banyak kegemaran (hobi),
23. Mempunyai daya ingat yang kuat,
24. Tidak cepat puas dengan prestasinya,
25. Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),
26. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
• Nilai standarnya 18.
• Tunagrahita
1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu
2. kecil/besar,
3. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
4. Perkembangan bicara/bahasa terlambat
5. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan
6. (pandangan kosong),
7. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
8. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
• Nilai standarnya 4.
• Anak lamban belajar
1. Rata-rata prestasi belajarnya kurang dari 6,
2. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,
3. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
4. Pernah tidak naik kelas.
• Nilai standarnya 3.
• Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
1. Perkembangan kemampuan membaca terlambat,
2. Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
3. Kalau membaca sering banyak kesalahan
• Nilai standarnya 3.
• Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)
1. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,
2. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
3. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
4. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,
5. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
• Nilai standarnya 4.
• Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
1. Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
2. Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
3. Sering salah membilang dengan urut,
4. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
5. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
• Nilai standarnya 4.
• Anak yang mengalami gangguan komunikasi
1. Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain,
2. Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,
3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
4. Kalau berbicara sering gagap/gugup,
5. Suaranya parau/aneh,
6. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel,
7. Organ bicaranya tidak normal/sumbing.
• Nilai standarnya 5.
• Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku)
1. Bersikap membangkang,
2. Mudah terangsang emosinya,
3. Sering melakukan tindakan aggresif,
4. Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.
• Nilai standarnya 4.

Anak Pengungsi Atambua Butuh Pendidikan Layanan Khusus
Mandikdasmen (Atambua, NTT): "Tatapan anak-anak itu begitu penuh harapan ketika kami datang" BEGITULAH petikan yang diutarakan oleh salah satu staf dari lima staf dari Direktorat Pembinaan SLB yang datang khusus melihat secara dekat kondisi anak-anak pengungsi di Atambua, Nusa Tenggara Timur, perbatasan dengan Timor Leste, awal Maret lalu.
Setelah Timor Timur (Timtim) berdaulat menjadi Timor Leste beberapa tahun lalu kemudian disusul dengan kondisi politik dan keamanan Timor Leste bulan Februari 2008 yang tidak kondusif, mengakibatkan banyak pengungsi yang 'lari' ke wilayah RI, Atambua.
Para pengungsi itu ditempatkan dibeberapa wilayah di NTT. Biasanya tempat tinggal mereka dekat dengan markas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD). Hal ini agar para pengungsi dapat dipantau lebih dekat oleh pihak keamanan.
Untuk perjalanan darat dari ibukota NTT yaitu Kupang menuju Atambua akan menempuh waktu enam hingga tujuh jam. Melewati empat kabupaten, yaitu Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Bone.
Sementara perjalanan lewat udara, kurang dari setengah jam. Namun jadwal perjalanan melalui udara terbatas. Pesawat kecil yang dapat mengangkut puluhan orang itu hanya ada dua minggu sekali.
Ribuan Anak Pengungsi
Ada tiga titik wilayah konsentrasi di Kabupaten Belu yang menjadi target pelayanan pendidikan di wilayah Kecamatan Kota Atambua ini yaitu Fatubanao, Tenuki'ik, dan Manumutin.
Anak-anak korban konflik dan anak pengungsi di wilayah ini mencapai ratusan. Bahkan kabarnya bisa lebih dari 1.000 anak.
Anak-anak ini merupakan anak berusia sekolah 7-18 tahun. Mereka terdiri dari anak-anak yatim-piatu, anak-anak yang terpisah karena orang tuanya masih berada di Timor Leste, dan anak pengungsi dari orang tua yang ekonomi tidak mampu.
Bantuan Alat
Pada dasarnya mereka sudah mengenal baca, tulis dan hitung. Sehingga tidak ada kesulitan dalam pengembangan pendidikan selanjutnya.
Sehingga pihak pengelola layanan pendidikan di ketiga kelurahan ini menginginkan pendidikan yang layak bagi anak-anak pribumi yang kurang mampu dan anak-anak pengungsi ini. Karena saat ini sarana dan fasilitas masih terbatas. Selain buku-buku pelajaran, diperlukan sarana keterampilan seperti alat bengkel otomotif, alat tenun, alat jahit, dan alat boga.
"Kami mohon bantuan untuk penye-diaan fasilitas proses belajar mengajar dan sarana keterampilan lainnnya. Pasalnya saat ini sarana belajar dan keterampilan belum memadai. Saat ini anak-anak belajar di ruang kelurahan," kata Mikhael Mali sekalu Kepala Kelurahan Fatubanao.
Anak-anak yang ditampung dalam proses belajar mengajar di Fatubanao ada sebanyak 60 anak. Mereka berusia antara 12-19 tahun ini merupakan campuran dari anak-anak pribumi Atambua dan anak-anak eksodus dari Timor Leste.
Sementara di Kelurahan Tenuki'ik ada sebanyak 20 anak yang berusia 13-17 tahun. Sebanyak 16 anak diantaranya merupakan anak pengungsi.
Sedangkan di Kelurahan Manumutin ada sebanyak 35 anak. Seluruhnya anak pengungsi. Sebanyak 33 orang merupakan usia sekolah yaitu 16-18 tahun. Dua orang lainnya berusia 19 tahun dan 30 tahun.
Layanan Tutor
Selama ini, anak-anak itu diberikan pembekalan pendidikan dan keterampilan oleh lima tutor yang dibina oleh Yayasan Purnama Kasih. Agar para tutor ini merasa nyaman dalam membina anak-anak pengungsi itu, mereka diberikan honor Rp 600.000 dan sejumlah asuransi yaitu jaminan kecelakaan, jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan kematian senilai Rp 2juta per bulan.
"Ini belumlah sebanding dengan pengabdian mereka dalam membina anak-anak ini," ujar Ahryanto, Direktur Yayasan Purnama Kasih.
Saat ini mereka belajar dua hari dalam seminggu. Satu hari mereka belajar formal dan hari lainnya belajar keterampilan selama 2-3 jam. Anak-anak yang ditampung dalam pelayanan pendidikan ini nantinya akan bergabung dalam Sekolah PLK di Atambua.
"Mereka akan memperoleh 20 persen muatan pendidikan formal dan 80 persen keterampilan dengan kearifan lokal," kata Ahryanto.
Anak Pengungsi Itu Jadi Penambang Batu
Ketiga kelurahan di Kecamatan Kota Atambua, Kabupaten Belu, yaitu Fatubanao, Tenuki'ik, dan Manumutin merupakan daerah rawan kriminal seperti pemalakan, penodongan, perampokan, perkelahian dan pembunuhan. Banyak juga yang suka mengemis.
"Pada dasarnya para pengungsi ini memiliki karakter yang mudah curiga dengan orang, terutama orang asing," ujar Ahryanto, Direktur Yayasan Purnama Kasih yang menjadi pemandu perjalanan ke Atambua. Namun hal tersebut dapat diminimalisir karena sebagian besar wilayah ini dikuasai oleh TNI-AD.
Anak-anak yatim-piatu dan mereka yang terpisah dengan orang tuanya, biasanya ditampung oleh para sanak keluarga yang berada di Atambua. Namun keluarga yang menampung anak-anak ini juga tidak sanggup untuk membiayai sekolah mereka.
Bagi anak-anak pribumi (Atambua) dari keluarga yang kurang mampu mereka mesti bertahan hidup bersama orang tuanya dengan berkebun atau berdagang, bahkan tak sedikit yang menjadi tukang ojek.
Sementara anak-anak pengungsi dan korban konflik tidak banyak yang bisa mereka lakukan, sehingga hal ini yang menyebabkan kerawanan di daerah tersebut. Namun anak-anak yang mandiri, mereka akan ikut serta menjadi 'penambang' batu kali. Jumlah penambang batu ini mencapai ratusan anak usia sekolah.
Anak-anak tersebut menjadi penambang untuk menyambung hidupnya, karena kabarnya tidak banyak keluarga setempat yang mau memelihara mereka karena berbagai macam alasan.
Batu kali itu dikumpulkan dari sepanjang Sungai Talao, yaitu sungai besar yang melintasi Kota Atambua di wilayah Fatubanao. Setiap rit atau sekitar tiga kubik batu yang telah dipecahkan atau batu-batu kecil dihargai Rp 200.000. Lalu batu-batu itu dijual kepada agen digunakan sebagai pembangunan jalan, atau pengecoran bangunan.

NTT selenggarakan pendidikan layanan khusus
KUPANG, SPIRIT -- Pendidikan Layanan Khusus (PLK) resmi diselenggarakan di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Peresmian penyelenggaraan pendidikan ini ditandai dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung PLK di Kelurahan Oebufu, Kota Kupang oleh Direktur Pembinaan Pendidikan Luar Biasa (PPLB), Departemen Pendidikan Nasional RI, Ekodjatmiko Sukarso.
Peletakan batu pertama ini disaksikan oleh Direktur Yaspurka Kupang, Y Aryanto Ludoni, B.Sc, Kepala Sub Dinas (Kasubdin) Pendidikan Layanan Khusus, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Propinsi NTT, Willy Paga, S.Fil, Kasubdin Sekolah Menenga Pertama (SMP)/Sekolah Menengah Atas (SMA), Yusuf Miha Ballo, rombongan dari Jakarta, para guru dan kepala sekolah mitra dan dan ratusan calon warga belajar dari beberapa sekolah kejuruan di Kota Kupang. Selain di Kota Kupang yang diselenggarakan oleh Yaspurka Kupang, PLK juga diselenggarakan di wilayah Tenukiik, Fatubanao, Manumutin di Kabupaten Belu.
Seperti disaksikan Pos Kupang, Direktur PPLB, Ekodjatmiko Sukarso yang datang bersama rombongan dari Jakarta disambut dengan tarian penjemputan tebe-tebe dari Kabupaten Belu, diberi kalungan bunga serta pakaian adat lengkap dari TTS. Acara ini dimeriahkan dengan tarian dan vokal grup dari SMA Kristen Tarus dan SMK Mentari Kupang.
Dalam sambutanya, Ekodjatmiko mengatakan, PPLB lahir karena adanya Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003. Yang dikenal selama ini, katanya, pendidikan formal yakni sekolah dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), pendidikan non formal, yakni PKBM-PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) seperti Paket A, B ,C, dan pendidikan informal. Pendidikan non formal, kata Ekodjatmiko, filosofinya untuk pendidikan orang dewasa, tetapi munculnya kebijakan politis pemerintah bahwa tahun 2008, Indonesia harus sudah menuntaskan buta aksara maka penyelenggarakan pendidikan ini juga diberikan kepada anak usia 15 sampai 45 tahun.
Menurutnya, PLK menampung anak-anak yang mengalami trauma akibat bencana alam, perang, anak-anak cacat, anak-anak yang tidak beruntung dalam bidang ekonomi dan anak-anak dengan kecerdasan istimewa, anak-anak suku terasing, anak korban pengungsian. Dalam penyelenggaraanya ke depan, katanya, PLK harus bekerja sama dengan perguruan tinggi setempat. Dikatakanya, PLK memiliki mobile school untuk melakukan pendekatan pelayanan pendidikan kepada anak-anak. Sedangkan metode penyelenggaraan pendidikan adalah lokal wisdom (kearifan lokal) dimana kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP) sesuai dengan kearifan lokal, dengan 20 persen teori dan 80 persem praktek.
Sementara itu, Kasubdin PLK Dinas P dan K Propinsi NTT, Willy Paga, S.Fil, mengatakan, PLB di NTT sudah ada sejak tahun 2000 yang ditetapkan melalui peraturan daerah (Perda) Tahun 2000, dan saat ini sudah berjalan delapan tahun, mulai dari tingkat TKLB sampai SMALB. Pendidikan ini merupakan sekolah yang menampung anak-anak dengan layanan khusus. Di NTT, katanya, ada 24 sekolah terpadu dan sembilan sekolah akselerasi yang selalu lulus UN 100 persen. Sedangkan untuk PLK, katanya, ada beberapa yayasan yang mengelolah, namun yang komitmen dengan PKL hanya Yaspurka Kupang.
Sementara itu, Direktur Yaspurka Kupang, Y Arhyanto Ludoni, B.Sc, dalam sambutanya mengatakan, berterima kasih karena pemerintah melalui Dirjen PPLB sudah mau mencetuskan pendidikan layanan khusus untuk anak-anak termarjinalkan untuk mengenyam pendidikan. Sebagai orang yang juga komit dengan pendidikan, ia akan terus belajar untuk menyukseskan pengetasan buta aksara di NTT dan akan belajar terus megelolah PLK. Karena menurutnya, berbicara pendidikan tidak semudah membalikkan telapak tangan. *

70.000 Penduduk Sulbar Buta Aksara
MAMUJU, - Sekitar 70.000 dari sekitar satu juta orang jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Barat masih menyandang status buta aksara. Kepala Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sulbar Jamil Barambangi di Mamuju, mengatakan, dari 70.000 penduduk Sulbar yang buta aksara tersebut, sekitar 57 persen di antaranya adalah kaum perempuan.
Ia mengatakan, tingginya angka buta aksara di wilayah ini akibat banyaknya anak usia sekolah tidak mengecap pendidikan serta terbatasnya kesempatan masyarakat untuk belajar membaca.
Menurut dia, banyaknya masyarakat tidak mengecap pendidikan karena masih rendahnya kesadaran atau minat untuk menyekolahkan anaknya, khususnya kalangan masyarakat yang berada di daerah terpencil atau terisolasi.
“Selain itu, juga akibat keterbatasan infrastrukrur pendidikan di daerah ini seperti sarana dan prasarana belajar mengajar yang belum memadai,” ujarnya. Oleh karena itu, pihaknya telah memprogramkan tahun 2009 untuk mengembangkan taman baca masyarakat (TBM) pada lokasi yang stratebis untuk menjangkau dan menarik minat baca masyarakat.
“TBM tersebut ditempatkan pada lokasi strategis seperti terminal agar seluruh lapisan masyarakat terutama nelayan dan petani yang selama ini kurang berminat membaca, dapat menjangkau tempat bacaan itu,” ujarnya.
Jamil menambahkan, khusus untuk wilayah pesisir, pihaknya memprogramkan “kapal pintar” untuk memenuhi kebutuhan membaca msyarakat di wilayah pesisir dan kepulauan di gugusan Pulau Balak Balakang yang terletak di perairan Selat Makassar.
Ia mengatakan, Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Sultra terus berupaya membenahi pembangunan infrastruktur pendidikan dengan memanfaatkan anggaran APBN 2009 sekitar Rp 230 miliar dan APBD 2009 sekitar Rp 22 miliar.

pendidikan khusus

Kurikulum Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lebih Kompleks
Jakarta, Kompas - Begitu standar isi dan standar kompetensi dikembangkan dalam kurikulum baru kelak, serta-merta terbentang berlapis tantangan di depan para pemangku kepentingan pendidikan. Sesuai tuntutan peningkatan mutu pendidikan, implikasi pengembangan kurikulum tersebut harus dibarengi pemenuhan komponen pendukung yang terstandar pula, mencakup infrastruktur persekolahan, pendidik, hingga proses.
Kalau selama ini jenjang dan satuan pendidikan untuk peserta didik yang normal saja belum semuanya terpenuhi secara terstandar, maka tantangan untuk pendidikan bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus jauh lebih kompleks lagi, ujar Fauzia Aswin Hadis, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan, di Jakarta.
Fauzia menguraikan, sasaran pendidikan khususselama ini disebut pendidikan luar biasa tak hanya anak-anak cacat, tetapi juga anak-anak jenius atau berpotensi akademik istimewa. Karena itu, perlu perhatian ekstra untuk menanganinya.
Ia menegaskan, langkah awal strategis adalah mengembangkan paradigma baru sesuai UU Sistem Pendidikan Nasional. Terminologi pendidikan luar biasa harus diganti jadi pendidikan khusus. Standar isi, standar kompetensi, dan standar-standar pendukung lainnya pun perlu disesuaikan dengan kondisi peserta didik.
Ia mencontohkan, terhadap anak yang memiliki keterbatasan fisik—seperti kelemahan indera pendengaran, penglihatan, dan kekurangan anggota tubuh— tetap perlu diberi muatan akademis yang memungkinkan mereka berinklusi dengan peserta didik yang normal.
Secara umum, bekal kompetensi anak-anak berkebutuhan khusus perlu diberi muatan kejuruan, agar kelak bisa memiliki kecakapan hidup mandiri tanpa bergantung pada orang lain.
Direktur Pendidikan Luar Biasa Depdiknas Ekodjatmiko Sukarso berkomentar, untuk menuju paradigma baru, implikasi kurikulum di pendidikan khusus tak hanya cukup tertuang dalam standar-standar rumusan BSNP.
Itu semua harus dikuatkan pada rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional dalam konteks pemerataan akses-mutu pendidikan serta kemandirian lulusan, ujarnya.

Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Butuh Kerjasama
Anak-anak berkebutuhan khusus, salah satunya anak-anak cacat, membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Seluruh lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, harus ikut memperhatikan keberlangsungan hidup anak-anak tersebut. Pemerintah harus terus memberikan dorongan kepada pihak swasta ataupun perseorangan untuk ambil bagian dalam pembentukan mental anak-anak tersebut menjadi manusia.
Demikian disampaikan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dalam Peresmian Renovasi Gedung Sekolah Luar Biasa Tunadaksa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Jakarta. Acara yang diselenggarakan oleh Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta tersebut mengundang Gubernur Fauzi Bowo untuk menandatangani prasasti peresmian bangunan baru sekolah YPAC.
Menurut Fauzi, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk membangun masa depan anak-anak berkebutuhan khusus tersebut. "Pemerintah telah banyak mengeluarkan undang-undang yang mengatur pembinaan anak-anak berkebutuhan khusus. Namun, itu semua akan menjadi sia-sia jika tidak ada kontribusi dari pihak non pemerintah," ujar Fauzi Bowo.
Fauzi menyatakan, pihaknya telah menyediakan sejumlah anggaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam APBD, dana sejumlah Rp 125.000,- diperuntukkan bagi satu orang anak berkebutuhan khusus tiap bulannya. Pemerintah juga menyediakan beasiswa sebesar Rp 600.000,- per anak. "Meskipun demikian, harus diakui bahwa ini tidaklah cukup untuk menyantuni semu anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di Jakarta," tambah Fauzi.
Sementara itu, Ketua Pembina YPAC Jakarta Muki Reksoprodjo menyatakan, anak-anak berkebutuhan khusus harus bisa memperoleh masa depan yang cerah seperti anak-anak pada umumnya. Menurutnya, dibutuhkan banyak bantuan dan dukungan untuk mencapai tujuan terse but. "Kami berusaha memberi kesempatan kepada pihak lain, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk menjadi donatur sebagai upaya menolong anak-anak cacat, khususnya penderita cerebral palsy. Ini penting sebab masa depan anak-anak tersebut cenderung dilupakan dalam masyarakat," ucap Muki.
Sejauh ini, lanjut Muki, lembaga non pemerintah yang telah membantu YPAC Jakarta berasal dari perusahaan swasta dan pihak luar negeri. Menurutnya, sebagian perusahaan donatur telah menunjukkan tanggung jawab sosial perusahaan dengan menyisihkan sebagian keuntungan untuk membantu anak-anak YPAC Jakarta. "Pihak internasional yang juga ikut membantu adalah kedutaan besar Jepang. Ini dibuktikan dengan bantuan sebesar 10 juta yen yang diberikan oleh Duta Besar Yutaka Limura tahun 2005," ucap Muki.
Saat ini, menurut Muki, pihak Jepang kembali membantu YPAC Jakarta dalam upaya renovasi gedung sekolah luar biasa tersebut. "Duta Besar Jepang dan masyarakat Jepang telah membantu percepatan renovasi gedung sekolah. Kami sangat menghargai usaha yang mence rminkan peningkatan sarana pendidikan warga Jakarta yang berkebutuhan khusus ini," tambah Muki.
Dalam kesempatan yang sama, Fauzi Bowo mengemukakan beberapa alternatif untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus. "Pemerintah terus mendukung dan melakukan lobby kepada lembaga non pemerintah. Untuk itu, meski jauh dari lahan usahanya, perusahaan diha rapkan menunjukkan tanggung jawab sosialnya kepada anak-anak berkebutuhan khusus," ucap Fauzi.
Alternatif bantuan lain yang dihimbau oleh Fauzi Bowo adalah pengangkatan anak berkebutuhan khusus sebagai anak asuh. Menurutnya, banyak anak berkebutuhan khusus yang berasal dari keluarga tidak mampu. Para donatur diharapkan dapat berperan menjadi orangt ua asuh. "Saya telah menjadi orang pertama yang telah menempuh langkah tersebut. Saya yakin bahwa saya bukanlah satu-satunya orang yang mampu untuk melakukannya," kata Fauzi.

Sejuta Anak Cerdas Belum dapat Pendidikan Layak
Sekitar satu juta anak usia sekolah yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa dengan IQ di atas 125 belum terlayani pendidikan yang sesuai kebutuhan mereka. Padahal, anak-anak unggul ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang mampu mengembangkan potensi dan keistimewaan mereka.
Amril Muhammad, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara, Pengembang, dan Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa (Asosiasi CB/BI), di Jakarta, Rabu (28/1), mengatakan, dari penelitian yang dilakukan, terdapat sekitar 2,2 persen anak usia sekolah yang memiliki kualifikasi cerdas istimewa.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, ada 52,9 juta anak usia sekolah. Artinya, terdapat sekitar 1,05 juta anak cerdas/berbakat istimewa di Indonesia.
Akan tetapi, jumlah siswa cerdas/berbakat istimewa yang sudah terlayani di sekolah akselerasi masih sangat kecil, yaitu 4.510 orang. Artinya, baru sekitar 0,43 persen siswa cerdas/berbakat istimewa yang terlayani.
Namun, layanan pendidikan yang didapatkan anak-anak cerdas istimewa ini belum mampu memunculkan keunggulan mereka.
"Kompetensi anak-anak ini tidak menonjol, baru sekadar mengembangkan kepintaran. Karena itu, harus ada perbaikan dalam layanan pendidikan pada anak-anak ini," kata Amril.
Belum optimalkan potensi
Kebijakan pemerintah mengakomodasi anak-anak cerdas istimewa di kelas-kelas akselerasi, menurut Amril, bukanlah satu- satunya metode yang tepat. Sebab, kebutuhan yang dipenuhi baru pada cepatnya selesai masa studi, belum pada pengembangan potensi serta keunggulan kompetensi anak-anak tersebut.
Amril menambahkan, banyak anak cerdas istimewa di daerah justru merasa enggan memilih kelas akselerasi. Ada ketakutan jika mengikuti metode yang ditawarkan pemerintah saat ini, mereka akan tertekan dan kehilangan masa remaja mereka.
Eko Djatmiko Sukarso, Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas, mengakui jika penanganan terhadap anak-anak cerdas/berbakat istimewa yang sebenarnya diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Perlindungan Anak belum optimal. Citra kelas akselerasi yang selama ini diandalkan untuk melayani anak-anak ini justru belum dirasakan manfaatnya karena keistimewaan mereka tidak terlihat.
Menurut Eko Djatmiko, pembenahan sudah mulai dilakukan dalam layanan pendidikan di kelas-kelas akselerasi. Anak-anak cerdas istimewa dengan IQ di atas 125 itu belajar bersama untuk bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Di luar mata pelajaran tersebut, anak-anak cerdas istimewa bergabung dengan siswa reguler lainnya.(ELN)

Ribuan Siswa Berkebutuhan Khusus Belum Terlayani
BANDUNG, KAMIS — Lebih dari 36.000 siswa berkebutuhan khusus di Jawa Barat belum mendapat pelayanan pendidikan. Terbatasnya sekolah luar biasa di daerah menjadi salah satu kendala utama. Setidaknya ada 7 kabupaten/kota di Jabar yang hingga saat ini belum memiliki SLB.
Gubenur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengungkapkan hal itu di sela-sela acara peresmian SLB Negeri B Cicendo Kota Bandung, . SLB saat ini rata-rata baru satu buah di kabupaten/kota. Akibatnya, banyak yang belum terlayani, bahkan jauh dari perhatian. "Padahal, mereka sama-sama anak bangsa dan jadi bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan," ucapnya.
Untuk itu ia berharap, setidaknya pada 2010 mendatang, seluruh kabupaten/kota di Jabar sudah memiliki SLB. Menurutnya, saat ini setidaknya ada tujuh kabupaten/kota di Jabar yang belum mempunyai SLB. Di dalam sambutannya, ia menegaskan, Pemprov Jabar akan mendukung sepenuhnya pengadaan sekolah-sekolah luar biasa di daerah yang belum terjangkau SLB.
Dukungan ini mencakup pembebasan lahan tanah, anggaran dana operasional, hingga tenaga pengajar. "Jika perlu dialih kelola seperti ini (SLBN B Cicendo) ya jangan ragu dilakukan," ucapnya. SLBN B Cicendo adalah SLB khusus tunarungu yang saat ini telah dialih kelola oleh Pemprov Jabar. Dahulu, sekolah ini dikelola oleh swasta dengan nama SLB B Penyelenggaraan Pendidikan dan Pengajaran Anak Tunarungu (P3ATR) Cicendo.
Dengan alih kelola ini, diharapkan SLB dapat lebih maksimal melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Sebab, manajemen dan anggarannya itu dilakukan langsung oleh pemerintah. "Di sini, sekolah bukan sekadar mendapat dana BOS, tetapi juga bagaimana agar guru-guru lebih profesional dan sarananya lebih bisa ditingkatkan," ucapnya. Total SLB di Jabar saat ini berjumlah 286, di mana 26 di antaranya (10 persen) adalah berstatus negeri.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Wachyudin Zarkasyi optimistis, pada 2010 mendatang, setidaknya setiap kabupaten/kota sudah memiliki SLB. Apalagi, mengingat pengelolaan pendidikan luar biasa saat ini berada dalam tanggung jawab pemerintah provinsi. Saat ini, Disdik Jabar setidaknya tengah membangun tiga unit SLB baru di tiga daerah yang belum memiliki SLB yaitu Kota Cimahi, Kota Banjar, dan Kabupaten Cianjur.
Guru terbatas
Ia mengatakan, dari 48.612 penyandang cacat usia sekolah yang ada di Jabar saat ini, baru 12.423 (25,5 persen) di antaranya yang terlayani pendidikan. Selain sarana dan prasarana, terbatasnya guru yang profesional menjadi kendala pelayanan pendidikan luar biasa. Dari 2.678 guru PLB, baru 889 di antaranya yang berkualifikasi sarjana. Sisanya itu adalah bergelar diploma dan SMA sederajat.
Padahal, seperti yang diungkapkan Pejabat Sementara SLBN B Cicendo Priyono, pada prinsipnya, pelayanan di SLB dengan sekolah umum sangat berbeda. Rasio pengajar dan siswa di SLB umumnya lebih kecil daripada sekolah umum. Jadi, kalau di sekolah umum satu kelas bisa 30-40 orang, di SLB itu hanya 5 orang, ucapnya. Konsekuensinya, ini membutuhkan lebih banyak guru.

Panitia UN di Sumut Tak Sediakan Soal dalam Huruf Braile
Panitia ujian nasional di Sumatera Utara tidak menyediakan soal dalam huruf braile. Akibatnya, pihak sekolah harus bekerja lebih panjang untuk menyiapkan soal ujian agar bisa dibaca siswa tunanetra. Proses ini sangat tergantung pada keterbatasan kertas untuk huruf braile dan mesin pembaca huruf braile.
"Kami memakai kertas sisa sumbangan Pemerintah Norwegia tiga tahun lalu. Untungnya masih ada. Kami juga beruntung mesin (pembaca braile) sumbangan Nowegia masih bisa dipakai, jika tidak, murid-murid ini akan mengerjakan soal dari soal yang dibacakan pengawas ruang," tutur guru Sekolah Luar Biasa Karya Murni, R Sinurat, Selasa (28/4), saat ditemui seusai ujian mata pelajaran Bahasa Inggris.
Pihak sekolah, tutur Sinurat, sebelum ujian harus menyalin soal biasa ke dalam komputer yang diprogram untuk huruf braile. Selanjutnya program ini dipindah ke mesin pembaca huruf braile dan dicetak. "Untuk mencetak ini diperlukan kertas khusus. Persediaan kertas kami sedikit. Mudah-mudahan cukup sampai ujian selesai," tutur Sinurat.
Dia menilai, panitia UN belum memberikan pelayanan yang sama kepada peserta ujian yang tunanetra. Di Jawa, katanya, peserta ujian tunanetra langsung mendapat soal dalam bentuk huruf braile. Berbeda dengan di Sumut, peserta harus menunggu pihak sekolah menyalin dalam huruf braile.
Di SLB Karya Murni terdapat lima siswa tunanetra yang menjadi peserta UN untuk SMP sederajat. Adapun di sumut peserta UN yang tunanetra sebanyak 12 siswa dari 240.515 peserta. Selain di Medan, peserta tunanetra yang mengikuti UN terdapat di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Binjai.

pendidikan keagamaan

Pendidikan Keagamaan dalam Keprihatinan
Supriyono
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung
Dari segi hukum, kelangsungan pendidikan keagamaan mendapat kedudukan cukup kuat. Namun, "porsi" yang diberikan pendidik di sekolah masih jauh dari harapan karena target waktu yang dijatahkan tidak lebih dua jam seminggu dari keseluruhan paket kurikulum.
Lebih kacau lagi, dalam prakteknya banyak siswa menengah yang sengaja tidak masuk jam pelajaran agama. Belum lagi materi yang diajarkan; jauh dari upaya mendukung peserta didik bertakwa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur.
Ledakan-ledakan perkelahian antarsesama pelajar, pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, berani dan melawan terhadap guru/orang tua dan lainnya menjadi cermin belum berhasilnya pendidikan agama di sekolah. Kegagalan dunia pendidikan juga tak luput dari pengaruh hiburan misalnya televisi, video, sinetron, bacaan-bacaan yang tidak mendukung pendidikan agama. Semua itu sesungguhnya dapat memengaruhi sikap dan perilaku anak didik yang sadar atau tidak sadar pada gilirannya akan mencetak sifat dan akhlak anak berbuat tidak baik.
Kriris multidimensi seperti dekadensi moral sedang terjadi di Tanah Air. Ini akibat usaha pemisahan-pemisahan kehendak-kehendak Allah yang bersemayam dalam kehendak hati nurani manusia dengan kehendak pribadi manusia yang cenderung egois. Hidupnya jauh menyimpang dari garis edar yang fitrah. Tujuan hidupnya melawan mekanisme alam serta mencoba menentang kekuasaan Maha Perkasa.
Kerusakan di darat dan di laut disebabkan tangan-tangan manusia, yang jauh dari sentuhan akhlakul karimah. Sebaliknya hanya mengandalkan nafsu meraih cita-cita hingga menghalalkan segala cara, tidak peduli merusak ekosistem alam, lingkungan dan makhluk lainnya di muka bumi ini.
Pendidikan agama yang diberikan karena itu harus menyentuh aspek akidah dan akhlak peserta didik. Memang dalam kurikulum, pendidikan agama Islam sudah dibagi dalam sub-sub pelajaran yang akan diajarkan, misalnya bidang Alquran, akidah, akhlak, tarik Islam, dan muamalah.
Paling tidak, bidang akidah dan akhlak harus diprioritaskan. Isinya tentu lebih banyak bersifat nasihat yang menyentuh hati nurani, dari pada ilmu yang menyentuh akal pikiran.
Mengasah otak memang penting, bahkan saking pentingnya banyak lembaga pendidikan yang mengadakan kompetisi atau lomba yang berorientasi pada kecerdasan akal. Sedikit sekali kita temukan lomba yang berorientasi pada kecerdasan hati dan spiritual. Padahal kecerdasan akal tidak otomatis membawa anak itu menjadi baik dan bermoral.
Bahkan keberhasilan seseorang tidak dipengaruhi kecerdasan intelektualnya, justru banyak ditentukan kecerdasan emosi dan spiritual (kecerdasan hati dan agama). Maka tidak heran banyak anak yang tidak pandai, tapi ia sukses karena ia mempunyai kecerdasan hati dan berakhlak mulia.
***
Dewasa ini, pendidikan keagamaan sudah tidak lagi menjadi hal utama dalam proses belajar mengajar, khususnya pendidikan agama Islam. Ditambah lagi dengan tidak dimasukkannya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam subjek ujian nasional (UN). Peserta didik akan lebih mengutamakan enam subjek UN dibandingkan mempelajari Pendidikan Agama Islam yang nantinya tidak mendukung angka-angka pencapaian standar kelulusan.
Di sini terjadi salah persepsi dengan mata pelajaran agama Islam. Selama ini, di sekolah kita hanya mempelajari agama berdasarkan kurikulum yang ditetapkan pemerintah untuk mencari angka dan nilai dalam waktu belajar 2 x 45 menit dalam satu minggu.
Dalam pendidikan di sekolah, pada dasarnya semua guru terlibat dan bertanggung jawab dalam upaya membentuk sikap dan perilaku peserta didiknya menjadi baik, walaupun tidak mustahil selama ini guru agama yang dianggap paling berperan dan bertanggung jawab terhadap sikap dan perilaku anak didik di sekolah.
Persoalannya, bagaimana pendidikan agama di sekolah dapat menciptakan suasana yang dapat memotivasi anak untuk gandrung (cinta) pada materi agama juga menciptakan kebiasaan hidup sehari-hari dengan akhlak mulia.
Kebiasaan yang baik dimulai dari sekolah. Ini akan menjadi kiat yang baik dalam mendidik akhlak si anak. Misalnya, di sekolah dibiasakan salat berjemaah, membaca Alquran sebelum jam pelajaran, doa dan zikir bersama tiap minggu, diadakan lomba-lomba keagamaan dan lainnya. Ini dapat memotivasi anak untuk ikut andil dalam merubah pola pikir dari antiagama menjadi cinta agama.
Pendidikan kita dengan sekolah sebagai ujung tombaknya diharapkan mampu menumbuhkan manusia berkepribadian sehingga dapat mengikis mentalitas masyarakat yang semakin terkontaminasi budaya luar. Untuk menumbuhkan kepribadian peserta didik dalam interaksi pembelajaran dibutuhkan peran signifikan guru dan optimalisasi budaya sekolah. Peserta didik hendaknya diarahkan untuk menemukan jati dirinya dan kemampuan intelektual maupun bakat-bakat yang dimilikinya, jadi tidak sekadar menerima pelajaran.
Setiap peserta didik harus mengalami bahwa ia dihargai karena dia sendiri bukan karena prestasi atau orang tuanya. Mereka juga harus diarahkan untuk bersikap aktif, memikirkan apa yang dipelajari, kritis serta dewasa dalam menilai masalah yang dihadapi. Peserta didik juga perlu diajak mencermati problematika soial, politik, budaya, ekonomi dan hal-hal yang terjadi di kelas atau masyarakatnya agar tumbuh sikap dan perilaku sosial dan humanismenya.
Dengan demikian, sistem pengajaran yang selama ini diterapkan perlu dievaluasi. Mengingat anak sekarang lebih banyak menyerap input-input dari bermacam-macam informasi dan pengalaman yang berkembang. Sementara metode dan penyajian materi yang diberikan oleh guru-guru kadang-kadang monoton tidak bisa memotivasi anak dalam belajar.
Tentu ini hanyalah sebagai bahan renungan dan evaluasi bagi kita, khususnya guru agama disekolah dan mengenai pemecahannya diserahkan kepada masing-masing sesuai dengan kondisi yang ada. Harapan kita bahwa pendidikan keagamaan harus kembali kita jadikan pelajaran primadona, untuk mencegah dari tindakan kriminal yang masih banyak dilakukan oleh siswa-siswa sekolah.

Pendidikan Keagamaan Ditingkatkan
PARIAMAN, METRO--Pemerintah Kota Pariaman akan terus mengupayakan peningkatankualitas pendidikan keagamaan di tiap jenjang pendidikan, termasuk Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) dan Taman Pendidikan Seni baca Al Qur’an (TPSA). Hal itu untuk menciptakan intelektualitas siswa dengan sumber daya manusia (SDM) keagamaan andal dan mandiri di masa datang.
Hal itu disampaikan Wali Kota Pariaman Drs H Mukhlis R MM kepada koran ini, kemarin. Katanya, kualitas pendidikan keagamaan yang baik akan mampu membentengi diri anak didik dari pengaruh dunia barat yang merongrong sendi-sendi agama dan budaya.
Menurutnya, perlu strategi yang matang dalam proses pembelajaran. Tiap guru dituntut tidak lagi menggunakan metode yang kaku, namun lebih bervariasi. Karena membangkitkan semangat belajar siswa hal yang paling penting. Sebab pada dasarnya siswa bukanlah wadah yang harus diisi, melainkan api yang harus disulut.
Katanya, kegembiraan siswa dalam menerima pembelajaran perlu diperhatikan. Karena itu adalah dijadikan faktor penentu meningkatkan kualitas belajar. Guru dituntut mengoptimalkan peran siswa agar potensi mereka merasa dihargai. Pemahaman inilah yang wajib terus dikembangkan, karena dapat menciptakan kebahagiaan siswa. Sehingga mereka menjadi tekun belajar.

Dijelaskan Wako, kunci utama untuk meraih kesuksesan dalam mewujudkan hal tersebut di atas adalah dengan menciptakan komunikasi yang santun dalam setiap kegiatan belajar mengajar bahkan di luar kegiatan belajar mengajar. Di samping itu marilah terus di pupuk dan kembangkan komitmen dan budaya keteladanan bagi setiap insan pendidikan dalam mendukung terlaksananya program-program pendidikan.
Khusus untuk TPA/TPSA, katanya, untuk meningkatkan kualitasnya Pemko telah mengambil kebijakan mengangkat statusnya menjadi MDA. Tujuan tidak lain untuk mewujudkan pengembangan metode pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan. Saat ini Pemko bersama dengan DPRD tengah membahas Peraturan Daerah (Perda) Baca Tulis al Quran untuk memperkokoh penanaman nilai-nilai yang terkandung di al Quran itu. Terutama bagi generasi muda sebagai pelanjut tongkat estafet pembangunan.
Muhkis R mengimbau masyarakat untuk membangun keluarga yang baik. Karena pada keluarga merupakan lingkungan hidup primer dan fundamental, tempat terbentuknya kepribadian yang mewarnai kehidupan manusia.
“Keluarga juga menentukan masyarakat, bangsa dan negara. Tentunya semuanya itu bisa tercapai, jika setiap keluarga dapat mewujudkan keluarga sejahtera,” tandasnya.(

KKMD Genjot Pendidikan Keagamaan
LOSARANG— Kelompok Kerja Madrasah Diniyah (KKMD) Kecamatan Losarang menggelar aneka lomba religi, Minggu (19/4), bertempat di kantor kuwu Desa Jangga, Kecamatan Losarang. Sebanyak 325 peserta dari 30 madrasah diniyah turut ambil bagian, mengikuti qiroatul quran, khotul quran, kaifiyat adzan, kaifiyat wudhu dan salat serta cerdas cermat keagamaan.
Ketua KKMD Kecamatan Losarang Kamali Noor mengatakan, kegiatan itu merupakan rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. “Kami putuskan mengadakan kegiatan ini usai pemilu guna menghindari masuknya orang luar dengan tujuan tertentu,” tandasnya. Selain sebagai ajang untuk menguji kualitas para anak didik di madrsah diniyah, kata Kamali, even itu juga menjadi jembatan silaturahmi antarguru madrasah.
Pihaknya bertekad memajukan pendidikan keagamaan melalui lembaga madrasah. “Alhamdulillah, pelaksanaan kegiatan ini disambut antusias para kepala madrasah, guru dan murid-murid. Kami berharap ke depan akan lebih baik lagi dan bisa memberikan yang terbaik bagi kemajuan pendidikan keagamaan di Indramayu,” harapnya. (tar)

Asah Pendidikan Keagamaan Pada Anak
Pontianak,- Ketua Umum Badan Komunikasi Pemuda-Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Kota Pontianak, Firdaus Zar’in berharap malam tahun baru para orang tua melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya. Sebab, kata dia, dari inventarisasi justru minim sekali kegiatan malam tahun baru yang bersifat refleksi dan positif. Justru terkesan malam tahun baru diperingati dengan kumpul-kumpul, maupun pesta.
“Saya imbaulah, perayaan malam tahun baru, jangan sampai muncul festival anak yang salah dan justru menimbulkan bencana kepada ibu-ibu maupun bapak-bapak. Jadi hendaklah anak-anak kita diawasi jangan sampai mabuk-mabukan, narkoba atau terjerumus seks bebas pada malam tahun baru,” kata Firdaus Zar’in, saat membuka Festival Anak Saleh Indonesia (FASI) ke VII Kota Pontianak di lingkungan Perguruan Mujahidin, kemarin.
Firdaus menuturkan hendaknya semua pihak lebih sensitif dan peduli pada masalah anak. Seharusnya upaya meningkatkan prestasi dan pendidikan keagamaan. “Selama ini, kadang-kadang kita tidak adil pada kegiatan yang bersifat akhirat. Kepedulian terhadap pendidikan agama anak juga kurang diperhatikan. Karena itu momentum Festival Anak Saleh Indonesia (FASI) hendaknya kita jadikan tekad untuk membimbing dan mengasah nilai keagamaan pada anak. Adanya Festival Anak Saleh Indonesia merupakan kegiatan yang sangat positif, sasaran dan tujuannya juga sangat jelas,” ujarnya.

Namun sangat disayangkannya, dalam melakukan aktivitasnya, selama ini masih terkendala dengan bantuan. Bahkan dalam sambutan panitia diketahui, mereka hanya bermodalkan “tekada kebersamaan”. Karena tujuan dan sasarannya jelas, Firdaus menekankan, sudah semestinya kegiatan yang positif seperti ini mendapat dukungan anggaran di APBD Kota Pontianak.
Direktur LPPTKA Kota Pontianak, Drs Jamiat kepada Pontianak Post menguraikan Festival Anak Shaleh Indonesia (FASI) ke VII merupakan kegiatan yang diikuti TKA, TKPA, dan TQA. Dimana kegiatan yang diadakan tiga tahun sekali ini tujuannya mempersiapkan FASI tingkat Propinsi maupun tingkat nasional.
Tentu saja festival anak Shaleh Indonesia merupakan upaya peduli terhadap peningkatan kemajuan dan pengembangan bidang pembangunan keagamaan khususnya Agama Islam, melalui pendekatan dan kebersamaan. Dengan demikian, pembangunan bidang keagamaan khususnya Agama Islam, di Kota Pontianak mengalami peningkatan dan perkembangan yang cukup pesat dan semarak.
Demikian juga mengikat silaturahmi, media pendidikan agama secara professional maupun perbaikan proses belajar dan lain sebagainya.“Ada sekitar tujuh cabang kegiatan yang diperlombakan seperti, Nasyid, Kaligrafi, dan lain-lain, kegiatan yang dikatakan ketua panitia diikuti sebanyak 395 peserta ini tentu saja tujuannya mengasah jiwa anak untuk lebih memahami nilai-nilai agama, termasuk juga ukhuwah Islamiyah,” papar Drs Jamiat.(ndi)< Ketua Umum Badan Komunikasi Pemuda-Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Kota Pontianak, Firdaus Zar’in berharap malam tahun baru para orang tua melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya. Sebab, kata dia, dari inventarisasi justru minim sekali kegiatan malam tahun baru yang bersifat refleksi dan positif. Justru terkesan malam tahun baru diperingati dengan kumpul-kumpul, maupun pesta.
“Saya imbaulah, perayaan malam tahun baru, jangan sampai muncul festival anak yang salah dan justru menimbulkan bencana kepada ibu-ibu maupun bapak-bapak. Jadi hendaklah anak-anak kita diawasi jangan sampai mabuk-mabukan, narkoba atau terjerumus seks bebas pada malam tahun baru,” kata Firdaus Zar’in, saat membuka Festival Anak Saleh Indonesia (FASI) ke VII Kota Pontianak di lingkungan Perguruan Mujahidin, kemarin.
Firdaus menuturkan hendaknya semua pihak lebih sensitif dan peduli pada masalah anak. Seharusnya upaya meningkatkan prestasi dan pendidikan keagamaan. “Selama ini, kadang-kadang kita tidak adil pada kegiatan yang bersifat akhirat. Kepedulian terhadap pendidikan agama anak juga kurang diperhatikan. Karena itu momentum Festival Anak Saleh Indonesia (FASI) hendaknya kita jadikan tekad untuk membimbing dan mengasah nilai keagamaan pada anak. Adanya Festival Anak Saleh Indonesia merupakan kegiatan yang sangat positif, sasaran dan tujuannya juga sangat jelas,” ujarnya.
Namun sangat disayangkannya, dalam melakukan aktivitasnya, selama ini masih terkendala dengan bantuan. Bahkan dalam sambutan panitia diketahui, mereka hanya bermodalkan “tekada kebersamaan”. Karena tujuan dan sasarannya jelas, Firdaus menekankan, sudah semestinya kegiatan yang positif seperti ini mendapat dukungan anggaran di APBD Kota Pontianak.
Direktur LPPTKA Kota Pontianak, Drs Jamiat kepada Pontianak Post menguraikan Festival Anak Shaleh Indonesia (FASI) ke VII merupakan kegiatan yang diikuti TKA, TKPA, dan TQA. Dimana kegiatan yang diadakan tiga tahun sekali ini tujuannya mempersiapkan FASI tingkat Propinsi maupun tingkat nasional.
Tentu saja festival anak Shaleh Indonesia merupakan upaya peduli terhadap peningkatan kemajuan dan pengembangan bidang pembangunan keagamaan khususnya Agama Islam, melalui pendekatan dan kebersamaan. Dengan demikian, pembangunan bidang keagamaan khususnya Agama Islam, di Kota Pontianak mengalami peningkatan dan perkembangan yang cukup pesat dan semarak.
Demikian juga mengikat silaturahmi, media pendidikan agama secara professional maupun perbaikan proses belajar dan lain sebagainya.“Ada sekitar tujuh cabang kegiatan yang diperlombakan seperti, Nasyid, Kaligrafi, dan lain-lain, kegiatan yang dikatakan ketua panitia diikuti sebanyak 395 peserta ini tentu saja tujuannya mengasah jiwa anak untuk lebih memahami nilai-nilai agama, termasuk juga ukhuwah Islamiyah,” papar Drs Jamiat.

Idul Fitri Media Pendidikan Keagamaan Kritis-Konstruktif
DALAM kalender peribadatan umat Islam, puasa merupakan ibadah yang memakan waktu paling lama dibandingkan dengan ibadah yang lain. Selama menjalankan puasa, manusia Muslim memperoleh beberapa pengalaman rohaniah-religius yang langsung terkait dengan pengasahan kepekaan terhadap lingkungan sekitar dan pemupukan rasa solidaritas sosial-kemanusiaan paling dalam. Sedemikian dalamnya sehingga Allah SWT menjanjikan ampunan dosa bagi yang berpuasa dengan penuh perhitungan, introspeksi mendalam, dan kesungguhan (ghufira ma taqaddama min dhanbihi wa ma ta’akhkhara).
Akan tetapi, tidak mudah bagi seseorang apalagi kelompok untuk memetik saripati atau buah gemblengan puasa. Begitu sulitnya, sampai-sampai Rasulullah SAW perlu menyampaikan peringatan tegas kepada pengikutnya, tidak semua orang yang telah melakukan puasa serta-merta akan memetik buah ibadah puasa. "Banyak orang berpuasa tidak memperoleh apa-apa dari puasanya, kecuali hanya lapar dan dahaga" (kam min saimin laisa lahu min saumihi illa al-ju’ wa al-’atas).
Dalam setiap ritual keagamaan, selain ada unsur "optimisme", juga ada unsur "pesimisme". Kenyataan hidup sehari-hari, kedua unsur itu ada dalam diri seseorang. Ada perasaan besar harap (al-raja), tetapi juga ada perasaan khawatir atau ragu (al-khauf). Untuk itu, pada ayat yang mewajibkan orang mukmin berpuasa diakhiri dengan "harapan" (la’ala: la’alakum tattaqun); semoga dengan ibadah puasa dapat mencapai derajat takwa yang sesungguhnya. Mengapa? Karena masih banyak cobaan, rintangan, dan godaan yang harus dihadapi dalam kehidupan sehari-hari di luar bulan puasa, yang dapat menjauhkan dari nilai-nilai puasa yang seharusnya dipetik.
Panduan etika kehidupan
Abad baru, abad ke-21, membawa tantangan baru negatif maupun positif bagi manusia. Jika hal-hal negatif tidak segera diwaspadai dan diantisipasi, maka hal itu akan membuat lingkungan hidup di muka planet Bumi kian tidak nyaman dihuni.
Tanda-tanda ke arah itu cukup jelas. Kerusakan lingkungan hidup dan bencana alam di mana-mana. Tindak kekerasan kian bertambah kualitas maupun kuantitasnya. Bom bunuh diri dianggap wajar. Merajalela dan tidak dapat dicegahnya tindak korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); kemiskinan tampak begitu jelas; rapuhnya kelembagaan keluarga; penyalahgunaan obat terlarang, ketidaksalingpercayaan (mutual distrust) antarwarga, buruk sangka antarkelompok sosial, antarkelompok intern umat beragama, antar-ekstern umat beragama; melemahnya solidaritas kemanusiaan; dan banyak lagi penyakit sosial lainnya.
Menghadapi situasi itu, muncul pertanyaan dari generasi muda dan oleh siapa saja yang ingin menjalani lebih lanjut makna ibadah Ramadhan, sekaligus berharap dapat memperoleh nilai tambah dan manfaat praktis dari ibadah yang dilakukan untuk dijadikan panduan etik dalam hidup sehari-hari.
Dalam studi agama Islam selalu dibedakan-meski tidak bisa dipisahkan-antara wilayah "doktrin" (yang bercorak tekstual teologis) dan wilayah "praktis" (yang bersifat fungsional praktis). Dari segi doktrin, tidak kurang dalam tekstual atau dalil yang dapat dijadikan landasan teologis untuk mewajibkan ibadah puasa. Namun, dari segi manfaat dan nilai guna yang bersifat fungsional praktis, khususnya yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk kehidupan sebelas bulan di luar Ramadhan, orang masih perlu menjelaskan dan mengupasnya lebih lanjut.
Setidaknya ada tiga nilai pokok yang dapat dipetik dari ibadah Ramadhan yang dapat dijadikan pedoman etik kehidupan selama 11 bulan yang akan datang.
Sikap kritis dan peduli lingkungan
Agama Islam mempunyai cara pandang dan weltanschauung yang unik. Tidak selamanya kebutuhan makan minum harus dipenuhi lewat tradisi yang biasa berjalan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Rutinitas makan dan minum yang mengandung kalori berlebihan sekali waktu perlu dicegah dan dihindari. Islam mengajarkan, orang tidak harus selalu "terjebak", "terbelenggu", "diperbudak" oleh rutinitas makan dan minum yang terjadwal. Lebih jauh lagi, jangan "terbelenggu" dan "terjebak" rutinitas hukum pasar dan rutinitas hukum ekonomi. Sekali waktu harus dapat mengambil jarak, menahan diri, bersikap kritis, dan keluar dari kebiasaan rutin budaya konsumerisme-hedonisme yang selalu ditawarkan oleh pasar.
Sebenarnya orang yang menjalani puasa dilatih bersikap "kritis" ketika melihat semua fenomena kehidupan yang sedang berjalan dan terjadi di masyarakat luas. Maksud latihan itu agar timbul kekuatan dan keberanian moral untuk melakukan koreksi dan tindakan perbaikan terhadap keadaan lingkungan sekitar. Tindakan koreksi dan perbaikan adalah simbol rasa memiliki sekaligus peduli seseorang terhadap lingkungan sekitar. Pada gilirannya, sikap kritis itu dapat disemaikan kepada orang lain, teman seprofesi, seagama, sejawat penyelenggara negara, dan lebih jauh membuahkan gerakan masyarakat peduli (care society) lingkungan alam dan sosial yang genuin.
Bangsa Indonesia kini sedang terjangkit penyakit careless society, masyarakat yang tidak peduli kepada nasib kiri-kanan. Akibatnya, mereka dirundung berbagai penyakit moral. Generasi muda mudah tergiur narkoba, generasi tua dihinggapi penyakit KKN kronis yang meluluhlantakkan sendi-sendi peradaban masyarakat.
Kedua fenomena moral-sosial itu hanya menunjukkan ketahanan mental dan kekuatan moral bangsa Indonesia sudah mencapai titik terendah. Dalam pergaulan sehari-hari, manusia Muslim tidak lagi mempunyai daya tangkal dan nalar kritis terhadap lingkungan sosial sekitar. Pendidikan agama hanya dipahami secara formal-tekstual-lahiriah, terjebak dan terkurung ibadah mahdlah (murni) dan sifatnya terlalu teosentris, tetapi kurang dikaitkan dengan "jiwa", "makna", "nilai", dan "spirit" terdalam dari ajaran agama yang dapat menggerakkan jiwa seseorang dan kelompok untuk lebih peduli terhadap persoalan kemanusiaan sekitar (anthroposentris).
Dengan berakhirnya ibadah puasa, umat Islam bersama seluruh lapisan masyarakat diharapkan, bahkan dituntut, dapat mengkristalkan nilai dan mengambil sikap bersama untuk membasmi penyakit mental dan moral yang sedang melilit bangsa, yang mengakibatkan krisis multidimensi di Tanah Air.
Kesalehan pribadi dan sosial
Jika direnungkan kembali, falsafah peribadatan Islam, khususnya yang terkait dengan puasa, menegaskan perlunya "turun mesin" (overhauling) kejiwaan selama 29 hari dalam satu tahun. Pada saat turun mesin, tidak ada lagi yang perlu ditutup-tutupi. Semua peralatan dibongkar, dicek, dan diperiksa satu per satu, lalu diperbaiki dan alat-alat yang rusak diganti. Koreksi total ini dibutuhkan guna menjamin kelancaran dan keselamatan kendaraan untuk waktu-waktu berikutnya.
Dalam beribadah puasa harus selalu ada semangat untuk perbaikan. Pengendalian hawa nafsu, emosi, dan pengendalian diri tidak hanya terfokus pada kehidupan individu, tetapi perlu dikaitkan dan diangkat ke level kehidupan sosial. Dimensi sosial ibadah puasa meminta lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga sosial keagamaan, dan lembaga negara untuk selalu menghidupkan semangat social critics, social auditing, dan social control. Semuanya dimaksudkan untuk memperkuat dan memberdayakan kesalehan publik yang lebih nyata.
Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah selalu menekankan aspek kepedulian sosial. Makna tazkiyatu al-nafs (penyucian diri) kini tidak cocok lagi dipahami sebagai menarik diri dari pergumulan dan pergulatan sosial kemasyarakatan, menyepi. Makna tazkiyatu al nafs era kontemporer amat terkait dengan keberadaan orang lain, lingkungan hidup, lingkungan dan sosial sekitar. Zakat, sebagai contoh, selalu terkait dengan keberadaan orang lain. Sebenarnya penyucian diri pribadi atau ritus-ritus individual yang tidak punya dampak dan makna sosial sama sekali kurang begitu bermakna dalam struktur bangunan pengalaman keagamaan Islam yang otentik.
Dengan lain ungkapan, kesalehan pribadi amat terkait dengan kesalehan sosial. Krisis lingkungan hidup di Tanah Air adalah cermin krisis kepekaan dan kepedulian sosial. Ada korelasi positif antara krisis sosial, krisis ekonomi, dan krisis lingkungan hidup. Dampak krisis ekonomi terhadap kehidupan rakyat kecil cukup signifikan, khususnya yang terkait dengan pendidikan anak-anak. Gerakan orangtua asuh, rumah singgah, kesetiakawanan sosial, solidaritas sosial, perlu terus dipupuk, didorong, dan didukung oleh semua pihak.
Ada kecenderungan tidak begitu nyaman di Tanah Air di era reformasi, yaitu menjelmanya gerakan sosial keagamaan menjadi gerakan sosial politik. Perlu kesadaran baru dan upaya lebih serius yang dapat menggiring gerakan sosial keagamaan ke porosnya semula, yaitu gerakan sosial kemasyarakatan agama yang lebih peduli (care society) terhadap isu lingkungan hidup, sosial, pendidikan, ekonomi, dan budaya.
Sejauh manakah ibadah puasa berdampak positif dalam membentuk kesalehan pribadi dan memperkokoh kesalehan sosial? Sejauh mana nuansa pemikiran kritis terhadap lingkungan dapat ditumbuhkembangkan untuk mengurangi jurang yang terlalu jauh antara kesalehan pribadi dan kesalehan sosial? Jika dampaknya masih sedikit, mungkin benar sinyalemen Nabi bahwa banyak orang berpuasa, tetapi mereka tidak memperoleh apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga. Artinya, intisari dan hikmah puasa belum disadari, apalagi diimplementasikan.
Jiwa keagamaan yang inovatif
Kiranya dapat disimpulkan, nilai kegunaan praktis puasa adalah kemampuan membentuk pribadi, cara pandang, dan semangat keagamaan yang baru, inovatif, kreatif, dan dapat diperbarui terus-menerus. Tujuan utama disyariatkan puasa Ramadhan adalah perubahan kualitas hidup beragama ke arah paradigma berpikir keagamaan baru yang lebih menggugah-imperatif, inovatif, kreatif dan transformatif dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam kapasitas seseorang sebagai petani, pedagang, guru, kiai, dosen, artis, birokrat, pejabat negara, pemimpin masyarakat, pemimpin halaqah-halaqah, juru-juru dakwah pimpinan usrah-usrah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ulama, tokoh-tokoh LSM, pegawai kantor, mahasiswa, anggota TNI, polisi, maupun lainnya.
Puasa tidak semata-mata sebagai "doktrin" kosong yang harus dijalani begitu saja, tanpa mengenal makna terdalam serta implikasi dan konsekuensi praktisnya dalam kehidupan nyata sehari-hari. Ibadah puasa mempunyai fungsi moralitas praktis, akhlak karimah, budi luhur dan pendidikan keagamaan yang bermuatan nilai-nilai kritis-konstruktif dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tanpa menangkap makna itu, puasa hanya mendapat lapar.
Terbentuknya cara berpikir, mentalitas, cara pandang, way of life dan cara hidup keagamaan yang "baru", setelah turun mesin 29 hari adalah bagian tak terpisahkan dan termasuk tujuan utama disyariatkan ibadah puasa. "Laisa al-'’d liman labisa al-jadid, wa lakinna al’idu liman taqwa hu yazid" (hari Idul Fitri bukan lagi orang-orang yang mengenakan baju baru, tetapi bagi orang- orang yang takwanya bertambah), yakni bagi mereka yang mempunyai kemauan dan semangat untuk terus memperbaiki kehidupan pribadi, keluarga dan sosial kemasyarakatan, sosial politik dengan landasan keagamaan yang otentik.
Mudah-mudahan dengan mengenal tujuan syar'’y ibadah puasa, dalam merayakan Idul Fitri 1424 H ini umat Islam mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup keagamaan ke arah terbentuknya masyarakat yang kritis dan peduli terhadap lingkungan sosial dan alam sekeliling; mampu berperan aktif mengoreksi perjalanan dan tanggung jawab sejarah di bumi Nusantara ini.

pendidikan anak usia dini

Honor Tutor Naik
JAKARTA- Honor tutor atau tenaga yang melayani pendidikan nonformal mulai tahun 2009 naik walaupun masih di bawah jumlah yang layak. Honor tutor yang sebelumnya Rp 50.000 per bulan sekarang naik menjadi Rp 100.000 per bulan.
Tutor adalah tenaga yang melayani pendidikan anak usia dini (PAUD) atau pendidikan paket A (setara sekolah dasar), paket B (setara SMP), dan paket C (setara SMA/SMK). Tutor bisa juga instruktur kursus maupun pelatih keterampilan di daerah-daerah terpencil yang tidak terlayani pendidikan formal.
Erman Syamsuddin, Direktur Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal (PTK-PNF), di Jakarta, mengatakan, keberadaan pendidik dan tenaga kependidikan di pendidikan nonformal masih belum dianggap penting oleh pemerintah daerah maupun masyarakat.
Honor Rp 100.000 per bulan diakui masih jauh dari layak. Kekurangan diharapkan dipenuhi dari pemerintah daerah atau masyarakat.
”Namun, penghargaan pemerintah daerah juga masih minim. Tutor dianggap penting, tetapi kesejahteraannya masih terabaikan,” kata Erman.
Dari sekitar 130.000 tutor atau tenaga pendidikan, baru sekitar 10 persen yang berstatus pegawai negeri sipil. ”Selama ini tidak ada standar dalam pemberian gaji atau kesejahteraan mereka,” ujarnya menjelaskan.
Dengan adanya kenaikan anggaran pendidikan 20 persen, peningkatan insentif juga diberikan kepada tutor atau pendidik yang melayani di institusi pendidikan nonformal. Mulai tahun 2009, pemerintah pusat menaikkan honor tutor PAUD dari Rp 50.000 per bulan menjadi Rp 100.000 per bulan. Insentif itu diberikan untuk 50.000 tutor PAUD informal.
Selain itu, bantuan insentif juga diberikan kepada penilik berupa insentif Rp 100.000 per bulan. Insentif ini diberikan untuk 6.955 penilik. Adapun untuk tenaga lapangan pendidikan masyarakat (TDL) dan fasilitator desa insentif (FDI) diberikan insentif Rp 850.000 per bulan.
Erman mengatakan, pemerintah daerah mesti memerhatikan peningkatan mutu dan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan di lembaga-lembaga pendidikan nonformal. Sebab, keberadaan para tutor ini juga untuk mendukung perbaikan kualitas sumber daya manusia di daerah, bahkan mampu menjangkau masyarakat di daerah terpencil yang tidak terlayani pendidikan formal.
Menyangkut peningkatan mutu tutor, kata Erman, pemerintah mengajak akademisi dari 15 perguruan tinggi untuk ikut membantu peningkatan kompetensi para tutor dan tenaga kependidikan di pendidikan nonformal.
Suparman, Ketua Umum Forum Guru Independen Indonesia, mengatakan, dalam upaya peningkatan mutu dan kesejahteraan para pendidik, tidak boleh ada dikotomi antara yang pegawai negeri dan swasta, serta guru formal dan nonformal.
”Perhatian harus diberikan pada tutor di pendidikan nonformal,” ujar Suparman.

Investasi Pengembangan PAUD Ditingkatkan
JAKARTA, SELASA - Investasi pengembangan anak usia dini merupakan investasi penting untuk menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Untuk itu, pemerintah berkomitmen meningkatkan layanan pendidikan anak usia dini atau PAUD hingga ke seluruh pelosok Tanah Air.
"Pendidikan anak usia dini sekarang ini terus tumbuh karena masyarakat sudah sadar pentingnya PAUD. Perhatian dan dukungan dari pemerintah juga akan terus diperkuat hingga ke lembaga PAUD di tingkat desa," kata Sujarwo Singowidjojo, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta.
Guna menelaah peran dan kontribusi PAUD dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional, penyelenggaraan PAUD, serta strategi pengembangan PAUD secara holistik dan terpadu, pemerintah bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar seminar dan lokakarya PAUD pada 26-27 November. Acara dihadiri sekitar 500 ornag dari pemerintah, dinas pendidikan, pemerhati PAUD, dan masyarakat.
Pendidikan anak usia 0-6 tahun ini dinilai sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia yang fundamental dan strategis. Sebab, anak-anak ini berada dalam masa keemasan, sekaligus periode kritis dalam tahap perkembangan manusia.
Hasil penelitian mengungkapkan, anak hingga usia empat tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah mencapai 50 persen. Pada usia delapan tahun mencapai 80 persen, dan sisanya sekitar 20 persen diperoleh sat anak berusia delapan tahun ke atas.
Menurut Sujarwo, lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, terus meningkat. Saat ini ada 48.132 lembaga PAUD nonformal dengan 188.834 tutor. Pada 2009, pemerintah mengajukan anggaran untuk insentif tutor PAUD senilai Rp 1,2 juta per tahun bagi sekitar 50.000 tutor.
Hartoyo, Ketua Departemen Fakultas Ekologi Manusia IPB, mengatakan penyelenggaraan PAUD bukan berfokus untuk mengasah kemampuan intelektual saja, tetapi yang penting pembentukan karakter. "Jika sejak dini anak diajarkan untuk punya karakter baik, ketika dewasa diharapkan karakter itu bisa melekat dan menghasilkan anak-anak yang punya kepribadian dan moral baik," kata Hartoyo.

Anak Usia Emas Andalkan PAUD Nonformal
JAKARTA- Layanan pendidikan bagi anak usia emas 0-6 tahun atau dikenal dengan pendidikan anak usia dini terus ditingkatkan. Hingga akhir tahun lalu, sebanyak 48,32 persen dari total 28,24 juta anak usia 0-6 tahun terlayani di PAUD formal dan nonformal.
Mudjito AK, Direktur Pembinaan SD dan TK Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta, mengatakan perluasan akses anak-anak usia TK dilakukan dengan menyediakan TK di setiap kecamatan atau menyelenggarakan TK di SD yang sudah ada atau sekolah TK-SD satu atap. Anak usia dini yang terlayani PAUD formal dan nonformal meningkat dari tahun 2004 yang berjumlah 39 persen menjadi 48 persen lebih.Layanan PAUD ini kini berkembang secara nonformal hingga ke tingkat RT/RW. Anak yang dilayani di jenjang TK/Raudhatul Athfal (RA) atau PAUD formal berjumlah 4,2 juta, sedangkan di PAUD nonformal sebanyak 6,8 juta.
Luluk Asmawati, Dosen PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta, mengatakan kesadaran mengenai pentingnya mengoptimalkan PAUD dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat yang terlihat meningkat. Namun, jangan sampai layanan PAUD yang diberikan kepada anak usia 0-6 tahun itu terfokus pada target supaya anak bisa cepat membaca, menulis, dan menghitung semata.
Luluk mengatakan dalam usia emas itu yang dibutuhkan anak adalah stimulasi yang tepat dan menyenangkan untuk mengembangkan beragam kecerdasan atau multiple intelligence. "Anak jangan di-drill untuk membaca, menulis, dan menghitung dengan paksa. Sebab, otak anak akan jenuh, malah nantinya di usia belajar dia tidak punya minat lagi untuk belajar," ujar Luluk.

Masih Sedikit Tutor PAUD Dapat Insentif
JAKARTA- Berkembangnya layanan pendidikan anak usia dini di masyarakat membutuhkan semakin banyak tutor yang memiliki kompetensi untuk bisa merangsang tumbuh-kembang anak usia 0-6 tahun secara maksimal. Namun, penghargaan atau insentif yang diberikan pemerintah kepada tutor pendidikan anak usia dini ini masih minim dan terbatas.
Dari 188.834 tutor pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal yang ada saat ini, baru sekitar 30.000 tutor yang mendapatkan insentif dari pemerintah pada tahun 2008. Besarnya insentif yang diberikan berjumlah Rp 100.000, itupun hanya untuk enam bulan.
Pada 2009, pemerintah mengajukan insentif untuk 50.000 tutor PAUD. Besarnya Rp 1,2 juta/tutor/tahun. "Karena dana yang masih terbatas, nanti ada kuota tutor PAUD yang menerima insentif di setiap daerah," kata Sujarwo Singowidjojo, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional yang dihubungi dari Jakarta.
Menurut Sujarwo, pemerintah daerah perlu menyediakan anggaran untuk tutor PAUD guna mendukung insentif yang sudah diberikan pemerintah pusat. Peran tutor ini penting untuk mendukung lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, yang terus meningkat. Saat ini ada 48.132 lembaga PAUD nonformal.Secara terpisah, Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo mengatakan, pemerintah menyadari betul perlunya meningkatkan layanan PAUD. Untuk itu, lembaga-lembaga PAUD terutama nonformal akan diperbanyak.
"Masa anak usia dini adalah masa yang sangat strategis dengan memberikan rangsangan yang tepat. Rangsangan-rangsangan itu termasuk di dalamnya adalah perawatan-perawatan yang sifatnya medis. Kemudian memberikan gizi dan rangsangan-rangsangan kecerdasan, serta tempat bermain yang tepat kepada anak agar anak itu cerdas secara komplit bukan hanya cerdas secara intelektual saja," kata Bambang.
PAUD begitu lama di Indonesia diabaikan dan baru mendapatkan perhatian setelah ada deklarasi Dakkar pada tahun 2000. Kemudian, Indonesia baru meresponnya pada 2002. Dari sisi anggaran, perhatian kepada PAUD dilonjakkan mulai 2005.
Alokasi anggaran untuk PAUD masih difokuskan pada perluasan akses. Upaya ini mampu mendongkrak angka partisipasi kasar (APK) PAUD yang saat ini mencapai 50,47 persen.
Partisipasi PAUD Terus Ditingkatkan
JAKARTA,- Stimulasi pendidikan untuk anak usia dini akan terus semakin ditingkatkan dengan berbasis pada masyarakat dan keluarga.
Pemerintah menargetkan tahun 2009 sebanyak 53,9 persen dari 28,3 juta anak usia 0-6 tahun dapat menikmati layanan pendidikan anak usia dini. "Investasi untuk PAUD (pelayanan anak usia dini) itu sangat besar untuk masa depan anak. Pemerintah menyadari hal ini dan mulai instensif mengembangkan PAUD yang berbasis masyarakat dan keluarga di seluruh wilayah Indonesia," kata Gutama, Direktur PAUD Departemen Pendidikan Nasional di Jakarta.
Psikolog Universitas Indonesia, Soemiarti Patmonodewo, mengatakan intervensi anak usia dini penting untuk mengoptimalkan perkembangan anak, khususnya bagi anak yang berasal dari keluarga kurang beruntung. Layanan untuk anak usia dini ini perlu dilakukan secara komprehensif pada kesehatan, gizi, dan pendidikan anak. "Semakin awal semakin baik. Apalagi jika konsentrasi layanan PAUD ini dilakukan keluarga karena cara ini paling efektif untuk kesinambungan perkembangan anak," kata Soemiarti