Rabu, 15 April 2009

pendidikan non formal (5)

Artikel:
Spirit PAUD Nonformal dalam Mendukung Wajar 9 Tahun
Spirit PAUD Nonformal dalam Mendukung Wajar 9 Tahun
Oleh:
Muh. Syukur Salman

Long Life Education, kalimat yang telah kita kenal sejak dulu sampai saat ini, apalagi bagi pemerhati pendidikan. Pendidikan sepanjang hayat, itulah arti bebas dari kalimat tersebut. Pentingnya pendidikan dalam hidup dan kehidupan manusia telah menjadikannya salah satu kebutuhan pokok manusia. Manusia yang tak mempunyai pendidikan bagaikan makhluk yang raganya saja seperti manusia. Beberapa ajaran agama juga mewajibkan manusia untuk mengecap pendidikan setinggi-tingginya, bahkan dikatakan "tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat." Lebih dari itu, kini telah dipercaya bahwa bayi dalam kandungan ibunya mampu untuk berinteraksi dengan alunan suara syahdu di luar kandungan.

Pentingnya pendidikan tidak hanya untuk disuarakan dan disyiarkan melalui kalimat dan jargon, namun perlu langkah nyata dalam kehidupan kita. Realisasi keberadaan anasir-anasir pendukung terhadap tercapainya suatu tuntutan terhadap pentingnya pendidikan harus segera dilakukan. Kebijakan-kebijakan dalam sistem pendidikan harus memenuhi unsur aktualitas dan berdaya guna. Konsep pendidikan sepanjang hayat menjadi panduan dalam meninggikan harkat dan martabat manusia dengan pendidikan, termasuk manusia Indonesia. Anak-anak bangsa ini tak boleh tertinggal dengan bangsa lainnya di dunia, oleh karena itu pendidikan sejak dini harus ditanamkan kepada mereka.

Salah satu kebijakan pemerintah disektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sehingga anak-anak Indonesia tidak hanya mengenal pendidikan saat masuk sekolah dasar, tetapi telah lebih dulu dibina diPAUD tersebut, sebagaimana tertulis pada pasal 28 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

PAUD berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Salah satu jalur terselenggaranya PAUD adalah jalur pendidikan nonformal. PAUD jalur pendidikan nonformal adalah pendidikan yang melaksanakan program pembelajaran secara fleksibel sebagai upaya pembinaan dan pengembangan anak sejak lahir sampai berusia enam tahun yang dilaksanakan melalui Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain, dan bentuk lain yang sederajat. Taman Penitipan Anak selanjutnya disingkat TPA adalah salah satu bentuk satuan PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, program pengasuhan anak, dan program pendidikan anak sejak lahir sampai berusia enam tahun. Bentuk lain yang sederajat dengan TPA dan KB, antara lain Taman Bermain, Taman Balita, dan Taman Pendidikan Anak Sholeh (TAPAS), dan PAUD yang diintegrasikan dengan progam layanan yang telah ada seperti Posyandu, dan Bina Keluarga Balita.

Penyelenggaraan PAUD nonformal tentu saja mempunyai arti dan manfaat yang tidak sedikit. Suatu konsep pendidikan yang dilaksanakan oleh sebagian besarnya adalah masyarakat dan diperuntukkan bagi anak usia sebelum pendidikan dasar, sungguh merupakan hal yang luar biasa. Oleh karena itu usaha untuk mendorong bentuk-bentuk PAUD non formal harus terus menjadi perhatian kita semua, khususnya pemerintah. Penyaluran dana pendidikan yang terus bergerak naik di APBN, harus pula menyentuh PAUD nonformal ini. Meski kegiatan ini telah ada sekian lama, namun tetap harus mendapat perhatian serius sehingga semakin berkembang. Untuk lebih menggairahkan tumbuh berkembangnya PAUD nonformal ini, akan lebih baik jika pengangkatan guru PAUD lebih ditingkatkan. Selama ini, pengelolaan PAUD nonformal masih kurang profesional, terutama pada pembina atau gurunya, sehingga sangat dibutuhkan guru yang mempunyai kompetensi dan sertifikasi sebagai guru PAUD nonformal. Demikian pula terhadap kepedulian masyarakat terhadap keberadaan PAUD nonformal, harus mendapat dukungan yang tinggi dari pemerintah. Keterbatasan pemerintah dalam mengadakan PAUD formal semacam Taman Kanak-kanak dan Raodatul Atfal, tentu sangat terbantu dengan adanya PAUD nonformal. Selain itu, sosialisasi tentang PAUD non formal harus terus digiatkan sehingga masyarakat Indonesia tidak awam dengan hal tersebut.
Konsep manfaat PAUD diberdayakan tak lain adalah semakin siapnya anak-anak kita memasuki jenjang pendidikan dasar (sekolah dasar). Selama ini, sangat terasa anak-anak yang masuk SD tanpa melalui PAUD dalam hal ini Taman Kanak-kanak (TK), pada umumnya tertinggal prestasinya. Meskipun demikian, hampir tak ada grafik naik masyarakat untuk terlebih dahulu memasukkan anaknya ke TK. Hal inilah yang menjadikan PAUD nonformal menjadi urgen. Taman Kanak-kanak dan Raudathul Atfal sebagai bentuk PAUD formal masih sangat kurang, sehingga sebagian masyarakat tidak memasukkan anaknya di TK atau RA, sebagian masyarakat lainnya menginginkan anaknya untuk dibina pada suatu "institusi pendidikan" yang tidak berkesan formal (nonformal) sebelum masuk SD.

Taman Penitipan Anak dan Taman Bermain adalah dua bentuk PAUD non formal yang memang jauh dari nuansa formal. Orangtua dapat lebih kreatif dalam melihat perkembangan anaknya melalui PAUD nonformal, apalagi jika PAUD berbasis keluarga dapat terealisasi dengan baik. Kesan santai dan fleksibel adalah merupakan ciri khusus PAUD nonformal. Meskipun demikian PAUD nonformal tidak sekedar sebagai tempat anak dititip oleh orangtuanya atau tempat bermain anak saja. Perkembangan anak menuju suatu penguasaan ilmu atau keterampilan tetap menjadi tujuan utama, hanya saja "gaya" dalam mencapai hal tersebut, berbeda. Bermain adalah salah satu bentuk kegiatan yang mendominasi PAUD non formal. Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Pendapat ini kurang begitu tepat dan bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak. Konsep inilah yang terus dikembangkan sehingga perkembangan jiwa anak semakin baik. Anak tidak menjadi tertekan, penakut, minder, dan jahat. Diharapkan anak akan menjadi kreatif, pemberani, percaya diri, dan rendah hati.

Anak-anak yang telah melalui PAUD termasuk PAUD nonformal tentu mempunyai gairah yang tinggi untuk bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Keberadaan PAUD nonformal mengisi kekosongan PAUD formal tentu semakin membuka akses bagi masyarakat dalam memasukkan anaknya ke PAUD sebelum ke SD, oleh karena itu akan lebih baik jika pendirian atau pengadaan PAUD Nonformal dapat lebih merata di seluruh wilayah Indonesia, jika dapat setiap kelurahan mempunyai PAUD Nonformal. Wajar Pendidikan Dasar 9 tahun, yang dicanangkan oleh pemerintah akan semakin nyata dapat tercapai berkat dukungan PAUD nonformal. Hal ini dimungkinkan dengan semakin meningkatnya pengenalan terhadap pentingnya pendidikan sejak dini dan semakin luasnya jaringan PAUD dengan adanya PAUD nonformal sebagai bentuk wahana pengenalan pendidikan tersebut kepada masyarakat. Semakin luasnya akses untuk menemukan pendidikan sejak dini dan semakin mengertinya masyarakat terhadap pentingnya pendidikan tentu merupakan indikator utama atas semakin nyatanya keberhasilan wajar pandas 9 tahun. Tak terlalu berlebihan jika kita memandang PAUD Nonformal adalah merupakan semangat atau spirit terhadap keberhasilan Wajar Pendidikan Dasar 9 tahun. SEKIAN


Anggaran Pendidikan Nonformal Tahun 2008 Naik



Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, di Jakarta, Selasa, mengatakan anggaran untuk pendidikan dasar nonformal terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan tahun 2008 pemerintah telah menyiapkan dana Rp2,5 triliun.

"Pada tahun 2005 anggaran sektor ini hanya Rp1,4 triliun, lalu naik di tahun 2006 jadi Rp2,1 triliun, dan tahun 2007 Rp2,4 triliun," kata Bambang usai rapat di Kantor Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra).

Dalam kesempatan itu Mendiknas menjelaskan program-program pendidikan dasar non-formal bertujuan menjangkau kawasan terpencil yang banyak memiliki angka putus sekolah, dan diharapkan lewat program ini kemiskinan bisa dikurangi.

"Pendidikan dasar nonformal terdiri atas pendidikan keaksaraan dan pendidikan kesetaraan," ujar Bambang dan menambahkan, "Keduanya mengajarkan baca-tulis dan pelatihan keterampilan kecakapan hidup serta bantuan sedikit dana modal usaha."

Ia menegaskan, target utama program ini adalah mereka yang putus sekolah dan hidup di pedesaan terpencil atau sulit mendapat akses ke kota.

"Dengan dana Rp2,5 triliun, kami perkirakan program bisa dinikmati oleh sekitar 12 juta orang di seluruh Indonesia," ujarnya.

Menurut data Departemen Pendidikan Nasional, program pendidikan nonformal telah mencatatkan keberhasilan yang signifikan dalam hal penurunan angka buta huruf dan pengangguran.

"Sekitar 80 persen peserta didik program keaksaraan berhasil membentuk Kelompok Belajar Usaha (KBU), dan mereka mandiri walaupun tetap butuh bantuan modal," tambahnya.

Sejak program ini digulirkan pada tahun 2004 di enam kabupaten di Indonesia, lanjut Bambang, sekitar 82 persen peserta program sudah bisa mandiri dengan bidang usaha yang ditekuni.

Bank Dunia pun berniat memberikan hibah 143 juta dolar Amerika dan pinjaman lunak 100 juta dolar untuk mendukung program ini, ujar Mendiknas.

Angka buta aksara di Indonesia terus menunjukkan penurunan, pada Oktober 2007 tercatat tinggal 11 juta orang atau 7,2 persen populasi berusia di atas 15 tahun yang tidak bisa baca tulis. Angka itu jauh lebih rendah daripada data tahun 2004 yang 10,2 persen.

"Keberhasilan program keaksaraan di Indonesia ini sangat diapresiasi UNESCO, bahkan dijadikan percontohan buat negara-negara lain," kata Bambang.(*)











































PENDIDIKAN AGAMA NON FORMAL JUGA BUTUH DIPERHATIKAN
by MAJALAH.KOMUNITAS (02/05/2009 - 06:48) |

Taman pendidikan Alqur’an atau taman pendidikan seni Alqur’an adalah lembaga pendidikan yang ada di masyarakat non formal. Posisinya dirasa sangat perlu keberadaannya dalam mencetak generasi qur’ani. Hal ini sangat relevan dengan kondisi sekarang dimana pemerintah Sumatera Barat mencanangkan konsep “kembali ke surau”.
Wajar memang tatkala efek dari globalisasi telah merambah disemua kalangan,penanaman dan pemantapan pondasi aqidah sebagai dasar hidup mutlak harus, apabila generasi muda kita. Tentu mustahil “adat basandi syarak dan syarak basandi kitabullah”akan dapat menuai hasil apabila tidak adanya usaha dari kita untuk menjalankannya.
Pasaman Barat,gebrakan untuk mencanangkan pendidikan Alqur'an belum begitu tampak,walaupun ada namun belum begitu terasakan. Kemandulan selama ini masih menyelimuti generasi pemerhati pendidikan harus dihidupkan kembali. Sekarang pertanyaannya adalah kita ingin berfikir atau apakah kita akan memperhatikan kemunduran?. Pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan harus bertanggung jawab,begitu pula mahasiswa yang telah diakui keberadaannya sebagai “Agen of Change”. Gebrakan dan pemikiran ini sudah mulai digerakkan dalam kurun beberapa tahun yang lalu oleh masyarakat desa Sidomulyo,kecamatan Kinali,Pasaman Barat. Tidak kurang dari 125 santri yang aktif untuk mau menuntut ilmu Alqur'an dari berbagai jenjang pendidikan mulai dari TK,SD sampai SLTA, yang mengikuti pendidikan baik di mesjid,mushalla ataupun dirumah-rumah.
Agus Hendra (Mahasiswa Universitas Negeri Padang),yang telah terjun dalam taman pendidikan Alqur’an ini mempunyai target misi “Memberantas buta huruf baca Alqur'an di desa ini” dan misi pencerdasan ini akan dilanjutkan ke daerah yang lebih luas lagi di kecamatan Kinali dan pasaman barat khususnya.“Tidak semua mencontoh itu buruk “paparnya. Sistem pendidikan ini juga akan disesuaikan, dan programnya tidak jauh beda dengan kota Padang yang cukup sukses dalam pelaksanaannya, juga mempunyai nilai tersendiri dalam mencanangkan kembali ke surau.
Taman pendidikan alquran (TPA/TPSA) di pasaman barat sebenarnya di tiap-tiap desa baik di surau atau di rumah-rumah sebagian telah ada, namun yang perlu diseriuskan adalah masalah “Sistem pembinaannya yang belum terkoordinir secara baik”, yang perlu menjadi renungan adalah bagaimana kita akan mendapatkan hasil yang baik apabila prosesnya kurang begitu tetata secara baik. Untuk membangun pasaman barat jangan lupakn manusianya,apalagi generasi mudanya. Apabila kondisi ini dibiarkan,tunggu kehancuran.










UNTUK TINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN NON FORMAL


SKB SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG BERIKAN PELATIHAN BAGI PARA TUTOR
SIJUNJUNG(08/11/07) - Untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik dan kependidikan, pendidikan non formal, di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sanggar Kegiatan Belajar Muaro Sijunjung melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi PTK PNF.

Peserta Diklat terdiri dari unsur tutor kesetaraan Paket B 20 orang, Paket C 20 orang, PAUD 20 orang, tutor keaksaraan fungsional 20 orang dan penyelenggara program sebanyak 20 orang.
Kepala SKB Muaro Sijunjung, Awaluddin Zainu. S.Sos, mengatakan, pelatihan ini dilaksanakan mulai 5 Nopember sampai 10 Nopember mendatang. Sedangkan instruktur berasal dari Dinas Pendidikan Propinsi Sumatera Barat, Balai Pengembangan Kegiatan Belajar Sumatera Barat, Dinas Pendidikan Kabupaten serta Kepala SKB Muaro Sijunjung.
Lebih lanjut Awaluddin Zainu menjuelaskan, sesuai dengan undang-ungdan No.22 Tahun 2003, pendidikan di Indonesia terbagi 3 kategori, diantaranya pendidikan formal yang diperoleh di bangku sekolah. Pendidikan Non formal yang diperdapat diberbagai lembaga atau organisasi dan pendidikan Informal yang diperdapat dalam lingkungan keluarga.
”Nah sekarang ini yang kita laksanakan adalah pendidikan non formal, dengan pelatihan yang dilaksanakan ini, kita berharap pendidikan non formal ini akan semakin meningkat mutu dan kualitasnya. Untuk itu kita laksanakan pelatihan bagi para tutor, sebagai bekal bagi mereka dalam memberikan didikan bagi anak didik,” katanya.
Kepala SKB mengharapkan kepada seluruh peserta untuk dapat menterapkan ilmu yang di berikan instruktur, serta menerapkannya dalam pembinaan dilapangan nanti, sehingga ilmu yang telah di transfer instruktur benar-benar bermanfaat.-Eri Chaniago.


















Pendidikan Non Formal
Sambas,- KEHADIRAN Pendidikan Non Formal atau biasa disingkat PNF di Kabupaten Sambas dibutuhkan. Demikian ditegaskan Kepala UPT Dinas Pendidikan Galing Sayudin Santi SPd, dalam penjelasannya kepada Pontianak Post. Hal tersebut, katanya, dibutuhkan untuk menampung remaja di daerah ini yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. “Kalau terus dibiarkan mereka akhirnya menjad tenaga kerja yang tidak produktif,” ungkapnya.

Bidang kepemudaan yang bisa diprogramkan diantranya seni budaya, lingkungan hidup, usaha produktif, wisata dan pencinta alam, dan banyak lagi lainnya. Dengan keberadaannya di suatu tempat diharapkan dapat memberdayakan potensi yang dimiliki oleh para pemuda. “Nah, untuk menyukseskan ini tentu bukan hanya tugas Dinas Pendidikan, instansi terkait yang berhubungan dengan program tersebut juga harus mendukung,” paparnya.

Sayudin menjelaskan bahwa keberadaan PNF sebenarnya terakomodir dalam UU No 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Payung hukum yang tersedia tersebut hendaknya ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Misalnya menyejajarkan tenaga pendidik di PNF dengan pendidik formal. “Sebagai tenaga honorer, hendaknya pendidik di PNF juga diprioritaskan untuk diangkat menjadi PNS bila sudah memenuhi syarat,” ujanya.(mur)



< KEHADIRAN Pendidikan Non Formal atau biasa disingkat PNF di Kabupaten Sambas dibutuhkan. Demikian ditegaskan Kepala UPT Dinas Pendidikan Galing Sayudin Santi SPd, dalam penjelasannya kepada Pontianak Post. Hal tersebut, katanya, dibutuhkan untuk menampung remaja di daerah ini yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. “Kalau terus dibiarkan mereka akhirnya menjad tenaga kerja yang tidak produktif,” ungkapnya.

Bidang kepemudaan yang bisa diprogramkan diantranya seni budaya, lingkungan hidup, usaha produktif, wisata dan pencinta alam, dan banyak lagi lainnya. Dengan keberadaannya di suatu tempat diharapkan dapat memberdayakan potensi yang dimiliki oleh para pemuda. “Nah, untuk menyukseskan ini tentu bukan hanya tugas Dinas Pendidikan, instansi terkait yang berhubungan dengan program tersebut juga harus mendukung,” paparnya.

Sayudin menjelaskan bahwa keberadaan PNF sebenarnya terakomodir dalam UU No 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Payung hukum yang tersedia tersebut hendaknya ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah. Misalnya menyejajarkan tenaga pendidik di PNF dengan pendidik formal. “Sebagai tenaga honorer, hendaknya pendidik di PNF juga diprioritaskan untuk diangkat menjadi PNS bila sudah memenuhi syarat,” ujanya.(mur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar