Rabu, 15 April 2009

pendidikan anak usia dini (5)

Pendidikan Usia Dini Kurang Perhatian


Jakarta - Proses pembangunan pendidikan di Indonesia selama ini kurang memberikan perhatian pada pendidikan anak usia dini (PAUD), terutama PAUD nonformal. Padahal, PAUD merupakan pendidikan yang sangat penting untuk meletakkan dasar-dasar kecerdasan secara komprehensif baik kecerdasan intelektual (otak kiri) maupun kecerdasan spiritual, emosional, sosial, estetika (otak kanan) juga kinestika (fisik).
Mendiknas Bambang Sudibyo berjanji akan segera membakukan pendidikan PAUD ini menjadi program formal dalam sistem pendidikan. “Ini merupakan upaya menebus kesalahan masa lalu di mana selama puluhan tahun kita mengabaikan PAUD,” tutur Mendiknas usai membuka Semiloka Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Jumat (28/11).
Menurutnya, usia dini merupakan usia emas dalam perkembangan seorang anak, sebab 80 persen potensi kecerdasan komprehensif anak dapat dipicu agar berkembang secara pesat dan optimal pada masa tersebut. Sisanya 20 persen dapat dikembangkan setelah usia delapan tahun sampai dengan 20 tahun.
Fakta ini diperkuat dengan berbagai penelitian longitudinal (tracer studies) yang dilakukan oleh para ahli tentang pentingnya peranan PAUD bagi masa depan seseorang. Anak yang mengikuti PAUD dengan baik akan menjadi orang dewasa yang tangguh kecerdasan, fisik dan mentalnya, sehingga bisa menjadi manusia yang kreatif dan produktif serta tinggi tingkat kinerjanya. Anak yang mengikuti PAUD juga lebih siap mengikuti pendidikan di SD, mencegah putus sekolah dan siap mengikuti pendidikan jenjang berikutnya.
Meski PAUD menjadi level penting dalam proses pendidikan, Mendiknas tidak setuju adanya pembelajaran yang memaksa anak-anak usia dini terutama untuk pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Hal terpenting dalam PAUD adalah pemberian stimulus (rangsangan) pada anak. “Anak yang besar dan berkembang dalam lingkungan yang kaya stimulan, kecerdasan otaknya akan berkembang lebih sempurna,” lanjutnya.
Karena itu, untuk mewujudkan sistem PAUD yang baik, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan sektor terkait lainnya, mulai 2009 mengembangkan sistem PAUD yang holistik dan integratif. Dalam sistem ini, semua jenis stimulan yang diperlukan untuk menumbuhkembangkan kecerdasan anak akan dipadukan dalam suatu sistem layanan yang utuh.
Selain itu, untuk meningkatkan pemerataan akses dan perluasan kesempatan mengikuti PAUD, Depdiknas akan memberikan perhatian lebih besar kepada peserta didik PAUD dari keluarga kurang mampu. Caranya dengan memprioritaskan pendirian lembaga-lembaga PAUD di tingkat kecamatan, pedesaan dan daerah terpencil. Data Depdiknas, dari 28,6 juta anak usia dini, baru 50,9 persen yang sudah terlayani PAUD baik formal maupun nonformal. Targetnya pada akhir 2009, angka partisipasi kasar PAUD mencapai 53,9 persen. (stevani elisabeth)



Copyright © Sinar Harapan 2008














Berlibur ke Rumah Pohon, Alternatif Pendidikan Usia Dini


Laporan Wartawan Kompas Adi Sucipto

PASURUAN, KOMPAS - Menikmati liburan ke hutan menjadi salah satu pilihan yang menarik. Bahkan minat untuk kembali alam atau back to nature ini bisa ditanamkan sejak usia dini. Hutan pinus yang berudara segar di Taman Dayu Pasuruan menawarkan liburan yang menyenangkan kepada Anda.
Menurut Bagian Pemasaran Taman Dayu Dewi Pohan pengunjung bisa menikati area seluas seluruhnya 600 hektar, 150 hektar diantaranya hutan pinus. "Kami melayani paket outbound, berkuda dengan pesona alam yang segar. Pengunjung bisa memilih menginap di tenda atau rumah pohon," tutur Dewi Minggu (20/5).
Bagi yang ingin merasakan serunya bermain perang-perangan dengan senjata beramunisi karet juga dilayani dengan program high impact dan paint ball. Pengunjung juga bisa bersepeda gunung atau menikmati jungle track.
Tinggal di rumah pohon dengan lampu minyak tanah menurut seorang pengunjung Salim serasa kembali ke zaman dulu. "Bedanya kalau dulu memang peradabannya demikian tinggal di rumah pohon untuk menghindari serangan binatang buas. Tetapi saat ini orang sudah mapan malah ingin menikmati suasana lain," ujar Salim.


Pelatihan Pendidikan usia Dini (PAUD)


Dalam waktu dekat ini ada salah satu kegiatan yang akan dilakukan oleh Ikatan Pelajar Mahasiswa Kabupaten Nabire (IPMANAB) Se-Jabotabek dan Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA) Sebagai Koordinator akan mengadakan kegiatan seabgai lanjutan dari kegiatan sebelumnya yang diadakan di Yogyakarta awal tahun ini juga.

Untuk itu siapa saja akan mengikuti kegiatan ini kami akan mengirimkan dan mengupdate di sini maka kepada rekan-rekan sekalian yang mau ikut kegiatan ini dapat mengdownload artikel yang berikut, setelah kami dapat jadwal dan jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh Panitia.

Sementara yang berhubungan dengan kepanitian pada beberapa hari yang lalu telah dibentuk, yang diketuai oleh saudara Simon Degey

Sekian

Jack A. Dogomo
Peran Keluarga dalam Pendidikan Usia Dini
Naufal_arc
Fri, 18 Apr 2008 09:06:07 -0700
Peran Keluarga dalam Pendidikan Usia Dini

Oleh :

Najamuddin Muhammad
Peneliti pada Center For Developing Islamic Education (CDIE) UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta

Salah satu tema yang belum banyak disentuh oleh pengamat dan praktisi
pendidikan adalah pentingnya pendidikan anak usia dini. Selama ini
banyak arus pembicaraan pendidikan yang terfokus pada wacana
pendidikan formal.

Padahal, menggalakkan wacana pendidikan anak usia dini tidak kalah
pentingnya. Pendidikan anak usia dini termasuk fondasi paling
fundamental bagi terbentuk dan terciptanya masa depan pendidikan
remaja yang lebih edukatif.

Anak-anak mempunyai perkembangan mental, spiritual, dan moral yang
potensial untuk dibangun. Pendidikan anak usia dini secara lebih
ekstrem adalah awal paling potensial dari pembentukan karakter
kepribadian dan jati diri.

Kalau dalam perjalanannya banyak perilaku nonedukatif yang dilakukan
oleh pelajar remaja, maka akar persoalannya tidak hanya bertumpu pada
faktor-faktor yang sudah berada pada eranya, tapi jauh lebih berperan
adalah faktor tidak adanya perhatian penuh semenjak anak usia dini.
Faktor yang demikian termasuk cukup dominan mengingat usia dini adalah
usia yang cukup potensial perkembangan kejiwaan anak dan seakan
menjadi cermin saat remaja.

Sebagaimana juga ditegaskan oleh Glueks (1986) bahwa remaja yang
berpotensi menjadi nakal dapat diidentifikasi sedini usia dua atau
tiga tahun karena perilaku antisosialnya. Pendidikan anak usia dini
adalah salah satu solusi paling fundamental untuk mengantisipasi
melonjaknya pelbagai persoalan kenakalan remaja.

Penyebab perilaku menyimpang, mulai dari seks bebas, pemakaian
narkoba, dan perilaku amoral lainnya adalah bobroknya bangunan mental
anak semenjak usia dini sehingga ketika menginjak usia remaja banyak
terkecoh oleh hal-hal yang negatif. Dengan demikian menggalakkan
pendidikan usia dini adalah solusi jangka panjang yang sangat mendesak
untuk segera diterapkan di tengah carut-marutnya moralitas kehidupan
para remaja.

Pendidikan anak usia dini yang sangat penting untuk segera digalakkan
adalah pada wilayah informal. Tapi, sebelum lebih praktis mengasuh
pendidikan anak usia dini dari pihak keluarga, terlebih dahulu kita
mengetahui peta perkembangan kejiwaan anak.

Bijou dalam bukunya Development in the Preschool Years A Fungsional
Analisis (1986) memetakan menjadi lima periode perkembangan, yakni
periode pralahir (pembuahan sampai lahir), masa neonatus (lahir dari
10-14 hari), masa bayi (dua minggu sampai dua tahun), masa kanak-kanak
(dua tahun sampai remaja) yang terdiri dari dua tahap, masa
kanak-kanak dini (dua sampai enam tahun) dan masa kanak-kanak akhir
(6-13 tahun), serta masa puber (11-16 tahun).

Peran keluarga
Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan terhadap
masa depan perkembangan anak. Dari pihak keluarga perkembangan
pendidikan sudah dimulai semenjak masih dalam kandungan. Anak yang
belum lahir sebenarnya sudah bisa menangkap dan merespons apa-apa yang
dikerjakan oleh orang tuanya, terutama kaum ibu.

Tidak heran kemudian apabila anak yang dibesarkan dalam situasi dan
kondisi yang kurang membaik semasa masih dalam kandungan berpengaruh
terhadap kecerdasan anak ketika lahir. Begitu sebaliknya. Layaknya
Imam Syafi'i yang dalam jangka usia tujuh tahun sudah hafal Alquran.
Ini karena semasa dalam kandungan, ibunya sering menghafalkan dan
membacakan ayat-ayat Alquran.

Dengan demikian, pihak keluarga sejatinya banyak mengetahui
perkembangan-perkembangan anak. Pada saat anak masih dalam kandungan,
pihak orang tua harus lebih memperbanyak perkataan, perbuatan, dan
tindakan-tindakan yang lebih edukatif.

Ketika anak itu sudah lahir, maka tantangan terberat adalah bagaimana
orang tua dapat mengasihi dan menyayangi anak sesuai dengan dunianya.
Poin yang kedua ini ketika anak-anak (usia bayi hingga dua tahun)
mempunyai tahap perkembangan yang cukup potensial. Anak-anak mempunyai
imajinasi dengan dunianya yang bisa membuahkan kreativitas dan
produktivitas pada masa depannya.

Tapi, pada fase-fase tertentu banyak orang tua tidak memberikan
kebebasan untuk berekspresi, bermain, dan bertingkah laku sesuai
dengan imajinasinya. Banyak orang tua yang terjebak pada pembuatan
peraturan yang ketat. Ini memang tujuannya untuk kebaikan anak.

Pengekangan dan pengarahan menurut orang tua tidak baik untuk memompa
kecerdasan dan kreativitas anak. Bahkan, malah berakibat sebaliknya,
yakni anak-anak akan kehilangan dunianya sehingga daya kreativitas
anak dipasung dan dipaksa masuk dalam dunia orang tua. Paradigma
semacam inilah yang sejatinya diubah oleh pihak orang tua dalam proses
pendidikan anak usia dini.

Menarik salah satu pernyataan seorang pujangga Lebanon, Kahlil Gibran
(1883). "Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain. Ia adalah ia.
Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita. Karena itu, memerlukan
sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan. Kita hanya boleh memberi
rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan.
Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh
pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu.

Pernyataan tersebut cukup tepat untuk mewakili siapa sebenarnya
anak-anak kita dan bagaimana seharusnya kita berbuat yang terbaik
untuknya. Untuk itu pernyataan di atas sejatinya dijadikan referensi
dalam memandang anak-anak oleh keluarga, terutama orang tua, yang
ingin menjadikan anaknya berkembang secara kreatif, dinamis, dan
produktif.

Keluarga yang selama ini masih cenderung kaku dalam mendidik anaknya
pada masa kecil sejatinya diubah pada pola yang lebih bebas. Anak
adalah dunia bermain. Dunia anak adalah dunia di mana keliaran
imajinasi terus mengalir deras.

Anak sudah mempunyai dunianya tersendiri yang beda dengan orang
dewasa. Hanya dengan kebebasan bukan pengerangkengan anak-anak akan
bisa memfungsikan keliaran dan kreativitasnya secara lebih produktif.
Hanya dengan dunianya anak-anak akan mampu mengaktualisasikan segenap
potensi yang ada dalam dirinya.

Ikhtisar:
- Membangun kepribadian akan sangat efektif bila sejak dini.
- Masih banyak orang tua yang tak mampu mendidik anak dengan benar.
- Lingkungan pun akan sangat berpengaruh terhadap penciptaan karakter
dan kepribadian anak-anak.




Pendidikan Usia Dini bagi Warga Miskin


Ditulis Oleh Administrator
Friday, 29 February 2008
mendapatkan prioritas. Berbagai hasil studi menunjukkan, jika pada masa usia dini seorang anak mendapat stimulasi maksimal, maka potensi anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal.
Pemerintah pun menaruh perhatian besar terhadap hal tersebut. Terbukti, dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diatur masalah pendidikan anak. UU ini menegaskan, setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya, serta kecerdasan.
Namun, kenyataannya, tidak semua anak bisa mendapatkan pendidikan usia dini. Terutama bagi masyarakat miskin. Jangankan pendidikan usia dini, untuk menyekolahkan anak ke bangku sekolah dasar saja, banyak yang tidak mampu. Sadar akan masalah tersebut, BKM Sehati mencoba memberikan solusi dengan mendirikan playgroup gratis.

Playgroup yang mengkhususkan pada pendidikan usia dini ini diperuntukan bagi anak warga miskin. Setidaknya, ada 365 warga miskin yang menjadi target sasaran. Sebanyak 20 anak warga miskin berusia 4 - 6 tahun, mengikuti playgroup tahap pertama yang diselenggarakan dari bulan Februari hingga Juni 2007.
“Tahap awal ini, memang kita terlambat mengadakan playgroup, padahal akhir tahun ajaran jatuh pada bulan Juni. Karenanya, waktu pendidikan hanya beberapa bulan saja. Tahap kedua dan selanjutnya, proses pendidikan diselenggarakan selama satu tahun, sesuai dengan tahun ajaran pendidikan,” papar Koordinator BKM Sehati, sekaligus pengelola playgroup, Dolfie Pandara.
Dalam menyelenggarakan playgroup ini, BKM Sehati bekerjasama dengan SDN 86 Kelurahan Tumumpa Dua, Kota Manado. Pihak sekolah menyediakan salah satu ruang kelasnya secara cuma-cuma, untuk digunakan kegiatan playgroup.
Sebagai tenaga pengajar, BKM Sehati “menggandeng” Ibu Ribka Rahel Kobis, seorang pegawai negeri yang sehari-harinya mengajar di TK GMIM Torsina. “Setiap bulan kita memberi Ibu Ribka insentif sebesar Rp 400.000, yang diambil dari hasil dana bergulir,” jelas Dolfie.
Waktu kegiatan playgroup dimulai pukul 15.00 hingga 17.00 WITA, sebab di pagi hari ruangan digunakan oleh murid SDN 86 untuk belajar. “Kepala Sekolah SDN 86, Ibu Patinama, hanya menyediakan ruang kelas. Sedangkan, bangku dan meja plastik untuk siswa kita yang menyediakan,” ujar Dolfie.
BKM Sehati juga menyediakan seluruh keperluan proses belajar mengajar. Misalnya, paket buku pelajaran, alat-alat tulis, lemari buku, beragam mainan anak dan ayunan. Bagi siswa playgroup diberikan peralatan tulis menulis secara gratis. Dana pengadaan sarana belajar ini, menurut Dolfie, diambil dari uang Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp 12,1 juta.
Saat ini, BKM Sehati tengah mempersiapkan pelaksanaan playgroup angkatan kedua. Rencananya, proses pendidikan akan dilaksanakan bulan September 2007 dengan jumlah peserta didik sebanyak 20 anak. Berbeda dengan angkatan pertama, proses belajar playgroup dilaksanakan selama satu tahun. Usia anak juga diturunkan menjadi minimal 3 tahun. “Proses pendaftarannya melalui ketua RT/RW setempat. Nanti setelah datanya diserahkan ke BKM, kita akan cek lagi apakah mereka benar berasal dari warga miskin,” kata Dolfie.
Tak hanya mengadakan playgroup gratis, BKM Sehati juga menyedikan taman baca di lokasi playgroup. Taman baca dibuat dengan tujuan menumbuhkan minat baca masyarakat. Selain itu, taman baca bisa dimanfaatkan para orang tua yang sedang menunggu anaknya belajar di playgroup.
Setidaknya lebih dari 30 judul buku dan majalah tersedia di taman bacaan. Namun, bahan bacaan tersebut hanya boleh dibaca di tempat dan tidak boleh dibawa pulang. Tujuannya, agar tidak hilang dan cepat rusak. “Kebanyakan buku dan majalah yang ada, berkaitan dengan kewanitaan. Karena, memang taman bacaan ini dikhususkan bagi ibu-ibu dari warga miskin yang menunggu anaknya belajar di playgroup,” kata Dolfie.
Adapun BKM Sehati dibentuk sejak 19 Juni 2005, dan disahkan oleh notaris pada 7 Juli 2005. Saat ini anggota BKM Sehati berjumlah 13 orang, dengan komposisi dua perempuan dan 11 laki-laki. Total dana BLM yang telah diterima dalam tiga tahap adalah sebesar Rp 450 juta.
Ke depannya, BKM Sehati berencana akan lebih mengembangkan pusat kegiatan belajar masyarakat melalui kegiatan kelompok bermain, kelas belajar, taman bacaan masyarakat, kursus komputer, melukis dan warnet. Semoga rencana tersebut segera terealisir. (Tim Sosialisasi KMP-2 P2KP/KMW V PNPM P2KP-2 Manado; Nina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar